Sabtu, 23 Juni 2012

Lelaki Yang Benci Perahu III






:silelaki kecil menuliskan coretanya dengan tinta berasal dari airmata dipipinya,hah?pandir?mari tertawakan lelaki kerdil itu!



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



"Kubakar bunga itu",bisiknya pada bibir malam,"dengan segenggam keniscayaan mungkin" lanjutnya

"lalu dimana jiwa berdiam? kala sepi memagut magut,dirantas gunting disebalik lipatan muasal?

tak selamanya laut itu deras gelombang

ku kerlingkan budi ditengah padang bunga bunga.....

dengan sedikit rangkaian sudahlah..."

ah ya luka kadang melahirkan keperihan menuju kematangan.



Apa sih yang membuat mawar senantiasa beringkar ingkar,mungkinkah durinya selalu merajam setiap buhul yang kering? perkenankan kini aku akan berbicara tentang hujan,sahabatku yang amat riang dalam sapaan atau malam? kekasihku yang berujud kesendirian tuntas!:

Hujan begitu saja ia datang

setangkup salam kekasih ia bawa serta

kutanya siapa pengirimnya gerangan?

oh Engkaukah itu ya Gusti!



"Aku harus bilang apa? jika rindu yang bertalu talu ledakanya deras membanjir menujumu tampunganmu lalu tiba tiba dengan begitu saja kau tutup tempayanmu menolak kucuran itu!

lantas masihkah aku percaya padamu,dari sisi mana kau kusemai kembali dibiliku? salah satu ruang disini? ingatkah kau mawar akan ucapanmu enggan menyambutku,keenggananmu bukan hanya menyakitkan namun membunuh telaga yang baru saja mengalun"



" Ataukah pengertianku yang kurang?pengorbanankukah yang alpa? oiii bukankah cinta tak ada hitungan untung dan rugi,tiada ada pengorbanan,setulusnya memberi dan memberi,pun ia dua arah,saling tarik menarik,andai hanya satu ujung saja betapa kuatnya menarik suatu saat akan rantas sudah! Tarikankulah kurang kuat? haiiii pengertian itu kebersamaan jangan pernah berharap selalu mawar untuk dimengerti tapi ia juga siap untuk mengerti!"



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



"Kembali?

tak mudah memang

tapi itu tak menyelesaikan masalah,iya,takan menyelesaikan.

masih ingatah kau? seharian kucari kuntum serbuk sari untuk kelopakmu? juga setumpuk kidung luhur para pujangga

kucari kerna rengekmu,kerna kasihku,kucari meski menempuh padatnya hujan hujan,waktu tempuh teramat panjang kerna semesti antri,ketika aku berjuang untuk itu kau dengan bahagia bermain main di dinding perahu berambut gelombang hingga pesan pesan tak henti pada sebuah epilog!"



"Hidup itu penuh aturan aturan,tentu lebih baik dengan keteraturan,agar tak liar dan saling bersitabrak dengan semua,seperti menulis mesti menggunakan titik koma atau yang lain bukan hanya sekedar isi,juga bukan hanya sekedar kalimat klise "suka suka aku kan?"

hah!

apa jadinya andai segala sesuatu dijawab dengan kalimat itu?

ke "aku"an pun mempunyai batas dogma!"



"Menyalahkan semut diseberang laut alangkah gampangnya,mari kita bercermin,nah ini bopengku,kesungguhan dibalas dengan ego,kalau pertemuan hanya untuk menunjukan ego,maka lupakan saja,semua!"



"Tak usah menjerit,tak usah menangis,baiknya mengurai diri,lenyapkan ego,bertanyalah ke dalam kebeningan lubuk terdasar nurani,katakan dengan jujur padanya,mesti jujur padanya,ya jujur,itu saja"

Belajar menghargai diri sendiri.

Percaya terhadap diri sendiri.

Mendengar bisik jernih tahta hati.

Amarah hanya menutup rapat datangnya kebajikan.

Bertanggung jawab atas resiko kata kata dari mulut sendiri.

Katamu kehilangan adalah sebuah kebiasaan cepat atau lambat,masih katamu hidup ini adalah tentang kehilangan kehilangan!



"Sebenarnya mudah,dihormati berasal dari menghormati.

Bukan menjadikan sahabat sebagai alat saja,sebuah kebendaan tanpa rasa.

alangkah baiknya hati hati dengan ucap manis,sinis,tak semua lelaki batu seperti harapmu,sebab dunia ini lengkap,keseimbangan,dunia lelaki lembek dengan kucur airmata,juga ada tempat sendiri.

tak semua lelaki penjinak gelombang,pun ada lelaki merintihkan semesta hujan.

cinta adalah sebuah kegagahan,maka aku merangkai bunga bunga diatas budi airmata..."



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Tak lah,pandir ini ahirnya pula,seperti tertiup angin siang dibawah beringin besar,damai tak lena:ujar silelaki kecil...



Depok,22 April 2011,tentang kebersamaan yang terkoyak,tentang ego,tentang sebuah timbal balik.

Lelaki Yang Benci Perahu II





Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Ia sekilas lelaki tanpa sikap,"lembek",begitu yang pernah ia dengar ditelinganya,pun pengakuan datang dari hatinya,"bahwa toh karang tak selamanya kokoh tegar?bahwa diam juga merupakan perlawanan,bahwa lembek juga sebuah sikap,bahwa ubur ubur juga melawan".



Segenap perhatian di tumpahkanya kepada tumbuhnya mawar yang kini lebih lebat benalu dibanding kelopak itu sendiri,sedang mawar makin sibuk bermain bersama bahtera,memandikan tubuh dengan pasir,menggambar peta pada punggung laut bahkan selebat hutan rimbunan itu.



Entah berapa purnama salam sapa tak di gubris oleh kuntum yang memabukan lelaki kecil,ironisnya saat mawar memerlukan kunang kunang lelaki kecil pembenci perahulah repot menemukan kemunang di tengah lebat guyuran hujan,sedang mawar tetap riang bermain di atas geladak membelah sunyi hutan menaklukan buaya buaya...berburu kemenangan kesenangan.



*



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



"halo lelakiku" salam yang amat memabukan bagi si lelaki.

"iya jelitaku"

"kutunggu kau selalu"

dikecup hisapnya airmata bahagia.



Rupanya dendang perahu memabukan bunga,di tiap titik kata bersisambut kalimat kalimat panjang sepenuh mesra

"oh Mawar gerangan senja apa yang merampas segala kericik hujanmu menujuku?"

Di tekanya dada dengan guruh badai,luka teramat nyeri,kesakitan meruang rongga.

"Tak hendakah engkau tersadar setiap prasapa?"

Bahkan cibirmu untuk segenap kebohongan bertahta angkuh!

Ah menjaga hati sudah bukan keharusan

lalu dengan lentera mana jalan berpenerang?

kalau tiap tikungan terdapat kesiap langkahmu?

ah mestinya nurani tetap menjaga jiwanya

sebab nurani bening menjaga mutiara ketetapan.



Pasir dan perahu,bagai seringai sang dewa...

dan cermin itu penuh luka bernanah

biarkan keindahan langit menjadi hak para elang

IA Yang Maha Melukis dalam suka cita

Ia Yang Menggambarkan semua hati

sedang mahluknya yang menggoreskan tinta,baik hitam atau putih



kemana langkah kemarin yang berkata,"aku akan memperbaiki diri?"

jalinan kata basi? puja puji? mabuk?

kutunggu di kedalaman hening



amarah tak menuntaskan masalah

syak wasangka membiakan prasangka

egoisme pupuk bagi keangkuhan



jangan kau tulikan diri dari bisik batin.



**



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



lelaki kecil berambut lurus benci perahu berambut gelombang

menatap tajam arah pesisir pantai,panas berberai berai,angin gelombang kuat menabarak apa yang siap dilahap meluluhlantakan cita seinci demi seinci

:gundah



pabila kebohongan kebohongan keangkuhan juga merupakan salah satu penyebab kehancuran,kerna mawar bukan hanya duri...duhai nurani kehidupan...

pabila kebohongan kebohongan kecil menjadi jamak paling bahaya adalah: sipembohong percaya oleh kebohongan yang diciptakan sendiri

dustamu akan merajam engkau sendiri

ia padamkan bara yang tlah lama menghangati,dalam gigil gulita aku kini,hilang arah tak kenal waktu:rapuh! bukan?

air pasang menelan jejak jejak di atas pasir





Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.





Lelaki kecil berambut lurus menatap mentari tenggelam.

Kerut pelipis senja nampak murung.

:dalam diam.





***





Sanggar Bambu Tali,21 April 2011 Tentang Dusta,Tentang Kepercayaan yang surut,tentang pekerti



"widhi"

Lelaki Yang Benci Perahu





lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



lelaki kecil bertatap mata menghujam bumi [sebab ia tak mau menatap langit "langit adalah lukisan indah dari Sang Maha Indah" begitu katanya,"jadi tak baiklah menatap Yang Maha Indah melukis langit"]

dipagi yang elok nian ditemukan seruam mawar...."ahhh kau?"ya katanya...



"masukan aku pada ruang dihatimu"kata sang mawar

benarkah?" sambutku

"iya...iya..."

"auw..."

"tak percayakah kau?"

"bukan!"



"lantas?"



"benarkah kau akan menghiasi hatiku?"



"usir keraguanmu lelaki,aku menemu kesantunan di hembus nafasmu..."



"ah aku cuma pengembara sunyi kecil tanpa arti...pada yang lelap kususuri jalan"



"lelaki kau tlah membangunkan aku arti mimpi,kau makin menyeretku ke kubang hatimu"



lalu hari berputar seakan cakramanggilingan...lelaki kecil sederhana menggenggam mawar...ditimang tiap saat sepenuh hati menyusur detak jarum waktu....



malam sunyi menari...lautan menggelar pamandangan indah

perahu melintas...



hai sang mawar mendekati perahu yang berambut ombak itu

melukiskan kalimatnya didindingnya



.



"tak usahlah kau cemburu dia masa laluku,kata sang mawar"



"iya iya baiklah putriku"

diusirnya jauh kecemburuan,ditekanya dada yang bergejolak



putar waktupun merambat malam makin tua

sang mawar menggoreskan kalimat demi kalimat menyusun kata didinding perahu berambut gelombang

kadang nakal menggoda kadang manis bertutur semua memikat



lelaki kecil makin menekan dadanya perih



"duhai dewi tak bolehkah aku cemburu?duhai mawar...."

"bahkan bangga kau pasang perahu berambut gelombang itu pada dinding indahmu? memang makin indah...tapi hatiku pecah....aku benci perahu,aku benci syair nakal......bahkan syair syair itu menohoku...."



mawar tertegun dengan perasaan entah

"hai lelaki cengeng,jangan kau anggap pencarianmu lah usai...sederhanalah bersikap,pelan pelan pelan hingga sua"





lelaki kecil berambut lurus tak seindah rambut gelombang perahu menelan ludah getir

"tak kutuntut janjimu,tak pula sedang kuingatkan janjimu....namun bagiku hidup dalam naungan kasih suci bukan untuk permainan,bukan pula tentang pencarian yang tlah usai,bukan pula aku tak mengenalmu...bukan...bukan

aku hanya ingin berkesah padamu mawarku...biarkan tangisku pecah,itu lebih baik daripada aku bersumpah serapah...aku bukan perahu yang bisa bersyair indah namun pula amat suka bersumpah serapah serta berucap nakal basi dan liar"



lelaki kecil menarik nafas sesenggukan

tak sesal soal janji....

tetap yakin dengan kesetiaan sang mawar?

"sudah kutuang tentang siapa aku,tak ada yang kututupi atau berkedok entah apa,semua aku apa adanya..."



"tak mungkin aku mengingkari kesantunan,demikian janjiku pada Bunda....perahu itu perahu itu,memanggilmu pasir...kau senyum mengiya..dan menyebutnya perahu!"



lelaki kecil parau menatap putar roda

"badai apapula yang menerpaku...."



mawar sunyi iba...tak tau berbuat apa oleh sejarah purba

"sudahlah lelaki rambut lurus...sudahlah,yakinlah akan aku untukmu"



silelaki kecil tersedu,cemas pilu menyesali katakatanya yang menyakiti mawar sunyi,mematri janji hati

"iya mawarku...asal kau bahagia,aku bahagia melihat kau bahagia....."

"kunanti tetap engkau kunanti"



"aku akan tetap menjaga diri,untuku karena untukmu"

o nada kepalsuankah itu?



.



lelaki kecil benci perahu berambut gelombang

"do'a dan cintaku untukmu...

padamu Bunda aku mohon restu...."



permainan?oh.....?kesalahan?auw.....,meski sebuah cintapun akal sehat tetaplah terus ada,sakiti aku hingga meradang lalu ucapkan segala lemparan kata kata penuh penyalahan,niscaya kan kutampung...

"puaskan segala macam umpatan" lelaki kecil pembenci perahu,hanya kalimat perahu itu saja!

"karang buaikan segala kisah,fatamorganakan,keingkaran janji,panggung permainan....masihkah pisau lipat yang kau simpan untuku"



"engkau yang memuja kebebasan,engkau yang berkata sebebas elang dilangit,engkau yang menolak batasan batasan,remuk redamlah segala apa...selamat siang....tuttt tutttt tuttsss" perbincangan usai terpotong begitu saja...



Sudut Kecil Jakarta Selatan...

22 April 2011 pukul 13:53

Pada Temaramnya Ciliwung





Ciliwung merintih-tertatih,menyusur kota
Menelan sampah sepah - bergolak
golak bergolak puji pada terali terali jeruji

-dijendela para perawan
-malu malu mengintip perjaka pulang



Tawa Ciliwung menggebu-membelah mimpi
Ciliwung meggibaskan tubuh ke tepian
Membenamkan seluruh rasa kesakitan
Menuaikan esok untuk penghuni

Sebab airmu Ciliwung
Memberi nafas
-pada kolong kolong jembatanmu
-pada kangkangangya keangkuhan gedung kota
-Pada kaki kaki lima
-pada kaki berantai emas
-pada kaki berdasi
-pada kaki berkuku lentik wangi

Ciliwung
-berjuta orang memaki dan juga menghisapmu
Bawa serta busuk bangkai
keliaran
-juga tikus tikus got
-bau dan sumpah serapah

Ciliwung – Ciliwung bicaralah:

”mestinya aku bersedih
Tak bisa aku memberi lebih
Biar-biar-biar-aku tak luka”



"tubuhku makin kurus saja
selalu dirambah-dirambah dan dirambah
kemana mesti ku berpijak melangkah
aku tak punya tempat tinggal-perlahan sirna"



"harus dengan apa kuseret semua beban ini
punggungku terus bertambah luka
koreng mengiris makin menambah tipis
kapan aku bisa tenang lelap?
kalau darahku kau pampat?
tak hendak aku banjir kawan
kalau jalanku lapang..."



"maafkan aku kawan-beri aku kebebasan"



"jangan kau kira aku tak bersedih
jangan kau kira aku bahagia dengan banjirku
semata karena aku tak kuat menahan derita
aku sakit....
aku getas....
aku prihatin....
aku sendirian.....
aku ingin mengerang saja..."



"dengarkan aku kawan...
yang kutahu kalian adalah sang pemimpin
yang kutahu kalian bisa merawat ragaku...
yang kutahu kalian merantaskan sendi sendiku
yang kutahu
aku ingin kalian tahu..."



[Ciliwung bertutur penuh sendu rawan]

Ciliwung – Ciliwung
Punggungmu iklas untuk gembel gembel
Menyatukan dan menebas kota
keruh airmu,keruh alirmu
Tapi tetap diminum ditenggak habis-Yang mukim
Baik dasi atau sampah kering

keruh airmu,keruh alirmu,keruh harimu...

Ciliwung jangan marah lagi....

"aku bukan marah
namun memang tak ada lagi jalan ku melangkah"


Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.
Alquran > Surah Al Baqarah> Ayat 60

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)
Alquran > Surah Ar Ruum> Ayat 41

Depok,Januari 2008,mendekati senjakala 17.05 WIB

"whS"

catatan:
pulang dari sebuah perjalanan,menjelang senja hari,hujan besar,gelap pekat,seolah dunia hendak ditelan kegelapan,serta merta guruh tiada berhenti.
saat melewati jembatan Ciliwung,bergolak air keruhnya dengan kerosak suara liar tak kalah guruh mistis,dibarengi kilat berkerjap kerjap..Ciliwung bersama Gelap,Guntur,Hujan Angin seakan bersekutu menelan kotaku
sepenuh sadar kuhentikan perjalanan pulang,mematikan motor,bersukur dan memohon perlindungaNYA,melepas mantel berhujan ria,merasakan alam bertutur sapa serta Ciliwung sedang berkeluh kesah berbagi cerita pada "aku" untuk didengarkan...dan teringatlah Mas Rendra [semoga kau damai disisiNya,sahabatku...] dengan sajak Ciliwungnya...
teringatlah pula banjir besar 2002,dan perkenankan pula aku membuat sajak Ciliwung,yang kutangkap dari senja yang tak terlupakan itu...

dan inilah hasil percakapan dua sahabat, kututurkan pada sahabat yang lain..
salam Ciliwung...

BALADA GERILYA





:Kepada Jendral Soedirman

Hitam langit=degub jantung
Gerombol bayang,gegas...terjalin bisik
Mata menatap dalam kerjap
Dalam tandu dan cekikan nafas TBC..!!!
“kupanggil !! engkau?-kuseru!!”

Keriut dingin serta gigil..!!??
Menggengam erat puja!! dan doa!!
Azimat dari Bunda berupa nyanyian suhada!!
Langkah menerobos tembok beton
Menghunus telujuk-menebas-gerah!!

Nafas nafas makin tipis !!!! dan berat !!!
Langkah langkah terseok seok getas!?
Direntangnya cahaya membarakan bulan
Pijar pijar berpijar-memijar-warna malam
Memberi kekuatan nurani
Bersorban bunga puja puji

Jendral !!!
Darahmu rintih terjangkit malaria!
Lalu kemana engkau akan kembali?

”ah di persada tak henti aku mencari
Dari paruh dan luas sisi ke sisi
Takan henti aku disini
Sampai jejak merdeka nanti
Jangan sematkan segala tanda jasa
Sebab pahlawan sejati mati di arena
Adalah tanda jasa diatas jasa...!!!”

Merayapi lorong lorong ular!!
Menebah hutan pekat hari demi hari
Tak gelapkah?
["tidakkk!!!sebab jalan kebenaran adalah
Lintas cahaya benderangnya...!!!"]
Menjelajah persimpangan belantara antar waktu

Jendral-Jendral!!!
Darahmu rintih terbias malaria
Di kemerdekaan engkau sampai
Hanya menghatur
Hanya menghantar
Dan kini menitip disini
Untuk kami

Jendral-Jendral !!!
Engkau tlah sampai
Kami baru memulai


JENDRAL...ENGKAU PAHLAWAN RAKYAT SEJATI....!!!


Juli,2002
Rembang sore,16.23 WIB
Demi kulihat matahari indah bersinar
Makam Pahlawan Kusumanegaran Yogyakarta

"whS anak Ibunda"

catatan:termangu didepan kesederhanaan beliau,sedang lingkunganya mulai menampakan pembangunan pembangunan,meski sebuah patung, kesederhanaanmu tiada ada terkira Jendral

Jumat, 22 Juni 2012

Fragment Episode Senjakala

“Keingkaran Sebuah Janji Dewi
dan Balada sebuah pengorbanan besar Ibu”
[dari kisah khayal penulis,sebenar benar khayal]

Umbaran
Setaaannnn trembelaneee……!!! Umbaran masih menghamburkan makian
panjang pendek dengan menahan amarah yang sampai keubun ubun. Bagaimana mungkin angan yang terajut beberapa hari ini sirna begitu saja oleh sebuah janji?
“Anjing kudisss wong ayu wong ayuuu!?!?!!meski kau sudah ingkar masih saja tetap ayuuu huh!!!oleh desakan emosi hingga mulutnya menggelembung laksana gunung berapi hendak mengeluarkan lahar amarah. Pastinya antara amarah dan rasa cinta masih berimbang kalau tidak mau dibilang cinta buta,ini yang berulah si cantik Kencono Wungu coba orang lain sudah kubikin ancur macam Mercuet yang habis berkeping kematian manusia sakti itu. Seantaro negri [bahkan sampai manca negri ] tahu akan kesaktian Umbaran yang luar biasa dan seantaro negri [bahkan sampai manca negri ] tahu akan kecantikan Kencono Ungu yang luar biasa.

Pamit Bunda.
Lelaki gagah tegap berambut tebal panjang sedikit berombak dengan mata tajam menatap kedepan berjalan agung berkah Dewa Dewa jelas terpancar pada langkah langkahnya,segalanya sudah lengkap saat diurapi restu Bunda untuk maju kemedan laga menumpas satru negri.
“berangkat le saat kokok ayam yang pertama! jemput bapamu mentari digerbang desa mintalah kekuatan! namun jangan lupa ciumlah punggung tangannya,ingat jangan sampai keduluan yang lain!!!”Bunda berpesan dengan tutur lembut yang tertahan akibat dari kekurang iklasankah?ditinggal putra terkasih?!?.
“baik Bunda,ananda esok berangkat”penuh santun duduk menunduk bertutur tak kalah halus pelan bagai berbisik
“satu lagi Umbaran,saat kau keluar pintu rumahmu janganlah menengok kebelakang satukan tekad mata hati pikiran jangan cengeng le,jangan merintih pada siapapun kecuali pada Gustimu,jangan menyesali segala keputusan”setelah disahut dengan anggukan yang sangat pelan Bunda mengakhiri pesan pesan yang penuh dengan kalimat “jangan”.
Bertelanjang dada tidur dilantai belakang pintu depan,berikutnya Bunda melompati sebanyak tujuh kali dengan mantra mantra terus keluar dari bibir. Pada lompatan ketujuh Bunda langsung melangkah memasuki bilik kecil dibelakang rumah yang terbiasa disebut sanggar pamujan sambil senantiasa menggumamkan mantra mantra untuk mengambil posisi duduk bersimpuh berpejam mata sangat kusu’,pada hati kecilnya Bunda berjanji akan menyudahi semadi nanti saat putra tercinta pulang membawa kemenangan,atau takan pernah beranjak hingga mati andai putra gagal mendapat janji!,atau sekalian moksa sebagai tumbal cita cita nanda! [apa itu tanda dari keraguanku?]
Begitulah pagi buta bergegas mandi bersuci beruap bunga warni warna yang diambil dari sanggar pamujan pasti sudah memuat sgala japa mantra Bunda. Terasa aroma kesejukan menisik nisik sekujur tubuh hingga segar mempertebal keyakinan. Segala beres sudah, berbekal sgala doa doa Bunda berangkat melangkah agar tidak ketinggalan bapa mentari dipintu gerbang desa tak lupa sebelumnya meraup tanah Halaman rumah agar kampung halamannyapun merestui harapan lamunan;kedudukan serta si cantik Kencono ungu [betapa wangi gadis ranum molek…tak sabar rasanya mendapati malam pertama dari bidadari…wangi keringat..desah merdu suara saat kau memanggilku Kangmas…..Kencono ?].


Langkah mimpi
Tangan kukuhnya meraba gagang pedang sang guru dipinggang seolah meyakinkan diri bahwa tidak ketinggalan dengan wajah tetap menatap tajam lurus kedepan melihat harapan.Masih teringat mimpi malam terakhir sebelum pamit,Kencono Ungu…….ya..ya wong ayu wong ayu tunggulah Kakang segera datang memberantas perusuh yang merisaukan hatimu.

Kencono Ungu
Gambaran gundah sebentar duduk lalu bangun kemudian duduk lagi…bangun..duduk..kentara sangat gelisahnya!
“Gerangan apa jalan yang harus aku ambil untuk menolak Umbaran…..???
Dimainkannya jemari jemari lentik itu pertanda gelisah yang dalam.
“Patih bagaimana ini? Dengan masih berdiri namun tanpa menghadapkan mukanya kepada Sang Patih sementara yang ditanyapun seperti tidak siap menerima pertanyaan atau tepatnya berharap agar pertanyaan tersebut tidak buat dirinya.
“Patih…Patih Paman patih!?”setengah bertanya dengan nada yang agak berat merisau.
“ya…yaa..ya..sahaya Dewi”menghatur sembah tergagap gugup.
“bagaimana paman?”
“ampuni sahaya Dewi,ampuni sahaya Dewi sungguh! jujur paman akui paman tidak berwenang menentukan jawaban…ampuni paman Dewi ampuni sahaya”tanpa berani menengadahkan wajah sementara tetap melakukan sembah.
“paman ! paman bagaimana ini aku yang bertanya paman! Bukan untuk menentukan jawaban dari paman? Sepeninggal Ayahda yang bertapa bukankah Paman sekarang yang tertua dikerajaan ini?! Iyakan paman? Kemudian apa pesan Ayahnda ketika Beliau lengser keprabon berangkat menuju pertapaan kepada paman?!? Ingatkah pesan beliau paman ? begitukah cara orang yang dipercaya ayahanda?” Laksana air bah berondongan pertanyaan yang serasa sebuah godam menghujam persis dikepala.bernada memojokan.
“pamannn..paman bicaralah paman dari hati paman,usah merisau”dengan sedikit kelembutan Kencono Ungu mendekati Patih.
“ampuni sahaya Dewi ampuni paman”
“ya paman,paman senantiasa kuampuni,sekarang bicaralah! Apa usul paman?”
“baik Dewi,mohon ampun”sang paman tetap mengangkat sembah namun tetap terlihat menanggung beban berat didada.
“Paman pikir apapun yang terjadi Dewi sudah bertitah…maka Dewi mesti menepati janji,Dewi mesti menerima Umbaran siapapun seperti apapun dia sesuai dengan janji Sang Dewi,janji ratu,..ampuni sahaya Dewi dulu Dewi berjanji…..” meski terlihat agak ragu Sang Patih menuturkan kisah sayembara siapapun yang mengalahkan kebo marcuet diangkat jadi pahlawan serta berhak atas tahta Negara juga bersanding dipelaminan dengan sri ratu sendiri.
Semua hadirin melepas nafas panjang tanpa ada yang berani bersuara.
Hening seketika pertemuan
………………………………………………………
Kencono Ungu diam mematung menatap kosong.
…………………………………………………………….
“ahhh begitu paman???” masih bertanya meyakinkan setengah bergumam.
“ampuni sahaya Dewi ampuni paman”
“iya paman tidak mengapa………………………………..
Tapi bukankah Umbaran telah membuat huru hara merusak rumah rumah,…. “
“benar Dewi,itu memang salah Umbaran,tapi semua orang tahu Umbaran berbuat begitu karena dia menuntut janji Dewi,dia meminta haknya setelah kewajibannya dia penuhi,begitu Dewi,ampuni paman”
“ya paman benar tapi aku tidak menyuruh paman untuk membela umbaran paman?!?”
“ampun beribu ampun Dewi” sebagaian besar hadirin tegang menahan gumpalan beban.
“sekarang aku bertanya pada semua yang ada disini,siapa yang membenarkan tingkah umbaran? Apa benar dia adalah pahlawan, orang yang telah membuat kerusuhan suatu negeri?!?”
…………………………………………………………
………………………………………………………….
“apa tidak ada yang mendengarkan suaraku?”
…………………………………………………
“apa kurang keras suaraku! Bukankah ini balaiurang? tempat segala rapat pembesar negri ini selama ini?….apa semua pembesar negri sudah kehilangan pendengaran?!!”
……………atau sudah kehilangan lidahhhh?”
“baik,sekarang siapa yang membenarkan paman patih!!!”
…………………………………………………….
“baik tidak ada yang membenarkan paman patih ternyata,jadi sudah jelas paman patih ternyata jabatan patih mungkin terlalu berat bagimu” Kencono Ungu tanpa sadar telah menekankan kata mu sebuah kata yang selama ini tidak pernah dilontarkan untuk menyebut patihnya.
“ampuni sahaya Dewi”tetap menunduk kelu
“iya, paman Dewi maafkan,tapi paman kedudukan patih bukanlah untuk membenarkan satru negri namun lebih tepat untuk membela negrinya, ratunya junjungannya!!!”
“ampun Dewi paman tahu itu,ampuni sahaya Dewi”
“…dan kedudukan patih sangatlah banyak yang mengincar….”
“ampunnn Dewi..ampuni sahaya”
“…dan ternyata banyak yang lebih pantas dari paman….!!”
“sementara ternyata paman tahu bahwa patih adalah untuk membela ratunya,ini lebih berat hukumanya paman,akan tetapi mengingat begitu banyak jasa paman,maka semua itu Dewi maafkan…”
“mohon ampun Dewi,banyak terimakasih paman pada Dewi…”
“ya paman,untuk itu paman,paman tidak Dewi penjarakan selayaknya penjahat,begundal,satru perusuh negeri….puas engkau paman…???”
“ampun Dewi,beribu terimakasih paman haturkan…”
“ya paman.sekarang segera tinggalkan ruangan ini,pulanglah paman kekepatihan temui nyai patih yang sudah merindukan paman karena bukankah paman sudah satu purnama tidak pulang mengingat tugas Negara yang sangat banyak?”
“baik Dewi paman haturkan segala terimakasih”
“dan sampaikan salamku untuk nyai patih ya paman”
“sahaya sampaikan dewi”
“bersama pula pesanku segeralah paman mengajak nyai patih meninggalkan kepatihan juga negri ini..” Kencono Ungupun duduk dan tetap berwajah dingin tegang datar..
“…Dewi…benarkah ini Dewi…? Apa paman tak terampuni Dewi?”
“semuanya sudah jelas paman….”
“paman boleh meninggalkan jabatan ini atau istana kepatihan..namun paman lahir disini,ini negri paman Dewi….? Kemana paman akan pergi?
“itu masalah paman….”
“..Dewi kau boleh mencopot segala kedudukan paman?tapi kalu kau usir paman?paman akan kemana Dewi?!?”
“datanglah ke Umbaran…”
“Dewi,….”
“pergilah paman sebelum Dewi berubah pikiran…silahkan paman…”
“baik Dewi mohon ampun,titip negri ini Dewi………
Titah Dewi sahaya jalankan”

Matahari Tenggelam
Setelah mendung menggelayuti pokok tumbuhan kemudian punggung awan letih hingga menyiramkan semua keletihan mencumbu bumi.
Ki Patih [kini bukan patih lagi] berjalan lesu ditemani kesetiaan Nyai patih [juga bukan nyai patih lagi] meninggalkan kerajaan yang selama ini telah memberikan kebesaran serta kemewahan,melangkah bergandeng kadang berhenti sesaat seakan tak percaya apa yang telah terjadi.Membatin berbicara menyalahkan diri bergumam ….menyumpah badan sialnya
“Kencono Ungu tega kau pada paman sendiri setelah semua kubaktikan pada negeri….”
Keyakinannya telah bulat menyepi kepegunungan membuat pesanggrahan memuja kebesaran Tuhan yang terlupakan.
Kadang terbungkuk kadang merunduk menyingkirkan ranting penghalang jalan.
‘ayo nyai kita berjalan lagi,sini nyai pelan pelan aku gandeng”
“ya pelanlah lagi jalanmu kaki,huh beginilah langkah langkah tua kita tak bisa cepat digerogoti keriput juga tenaga tua telah habis,tunggu aku kaki,aduhh terjal nian sih kaki…oh Allah gusti dosa apa yang kusandang…”
“nyai nyebut nyai jangan mengeluh begitu,pasti semua ini sudah dalam garisnya sabar nyai sing sabar…..ya…sabar…”
“ahhh sabar kaki sabarrr,awas ati ati ki awas ki…pelan ki itu ki li….cinnn”
“nyai….nyai…ahhh to…tol….”

Lingsir Waktu
Kencono Ungu terjaga dari mimpi buruk beserta sengalan nafas memburu tarikan tarikan tersengal tanpa aturan.
“Umbaran …apapun tuntutanmu semua kuturuti hanya yang satu?uh aku Ratu…Umbaran tak mungkin punya pendamping sepertimu….yang ohhhh.”
Diambilnya segelas air putih dari teko kemilau bersinar putih keperakan,setelah beberapa tegukan maka lepaslah sedikit beban.
“Dulu Marcuet sangat sakti kupikir tak ada yang bisa menandingi namun kenyataannya kau bisa mengalahkan….?”
Diteguk beberapakali lagi air putih yang saat itu terasa begitu segarnya.
“lalu kaupun menagih janji oh Umbaran Umbaran,ya Marcuet ada tandingannya Kaupun pasti ada tandingannya Umbaran Umbaran tunggulah” Pecah sudah satu masalah.
Dan Kencono Ungupun kembali menaiki ranjang gadingnya. Sebat terampil semua dayang dayang segera mengipasi dengan irama yang sudah sangat terlatih,segera Kencono Ungu kembali mendapati tidurnya lelap lelap sementara kain yang menutup jenjang kakinya sedikit tersibak membuat indah pemandangan apalagi dengan leher jenjangnya turun sedikit kebawah gunung padat kembar tertutup kain hijau pupus berdenyut memancarkan pesona mistis purbawi wanita matang dan siap dibuahi….indah cantik erotis menyimpan bara yang tiap saat tiap waktu bisa menyala panasss.

Layung Sendjakala
Makian Umbaran terus panjang pendek makian tak berdaya seorang pahlawan patah hati “Kencono Ungu uffhh kenapa kau bohong?Bunda Bunda masihkah semedimu?Romo roomo dimana japa keramatmu ”
Penuh geram laki laki itu menyumpah serapah merusak segala rupa didepanya menghancurkan semua rintangan penghalang namun kini dengan langkah tertatih kerna ulah Mercuet menghancurkan sebelah kaki, merincau lewat suara sengau akibat hidungnya hampir rata menempel wajah …..juga matanya..matanya…!...Ya Jagat ya Dewa! manusia ataukah setan menampakan diri dia? [meski kemenangan digapai atas musuh tapi bekas dari peperangan telah merampas semua ketampanan]
Dilain tempat pada waktu bersamaan disebuah desa hijau rimbun terdapat sebuah rumah mungil yang memencil masuk agak dalam ketengah hutan dengan sebuah jalan setapak tempat para petani penduduk sekitar lewat sebagai jalan pintas menuju hutan.
“ Kelihatannya si empunya rumah adalah golongan Brahmana atau Resi Suci atau sebangsanya yang begitu” gumam pelintas asing kebetulan baru pernah melewati rumah kecil namun asri tersebut.
“tanda tandanya jelas…tempat air untuk bersuci dipojok depan rumah nampan sesaji beraneka bunga terdapat tak jauh dari situ namun sepertinya bunga tersebut sudah mengering….?...dan darimana bau yang sangat menusuk ini….? Mengapa seperti bau……?”

Agung Raya 05 Juli 05
pukul 00 49 wib dini hari
"whS"