Sabtu, 23 Juni 2012

Lelaki Yang Benci Perahu II





Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Ia sekilas lelaki tanpa sikap,"lembek",begitu yang pernah ia dengar ditelinganya,pun pengakuan datang dari hatinya,"bahwa toh karang tak selamanya kokoh tegar?bahwa diam juga merupakan perlawanan,bahwa lembek juga sebuah sikap,bahwa ubur ubur juga melawan".



Segenap perhatian di tumpahkanya kepada tumbuhnya mawar yang kini lebih lebat benalu dibanding kelopak itu sendiri,sedang mawar makin sibuk bermain bersama bahtera,memandikan tubuh dengan pasir,menggambar peta pada punggung laut bahkan selebat hutan rimbunan itu.



Entah berapa purnama salam sapa tak di gubris oleh kuntum yang memabukan lelaki kecil,ironisnya saat mawar memerlukan kunang kunang lelaki kecil pembenci perahulah repot menemukan kemunang di tengah lebat guyuran hujan,sedang mawar tetap riang bermain di atas geladak membelah sunyi hutan menaklukan buaya buaya...berburu kemenangan kesenangan.



*



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



"halo lelakiku" salam yang amat memabukan bagi si lelaki.

"iya jelitaku"

"kutunggu kau selalu"

dikecup hisapnya airmata bahagia.



Rupanya dendang perahu memabukan bunga,di tiap titik kata bersisambut kalimat kalimat panjang sepenuh mesra

"oh Mawar gerangan senja apa yang merampas segala kericik hujanmu menujuku?"

Di tekanya dada dengan guruh badai,luka teramat nyeri,kesakitan meruang rongga.

"Tak hendakah engkau tersadar setiap prasapa?"

Bahkan cibirmu untuk segenap kebohongan bertahta angkuh!

Ah menjaga hati sudah bukan keharusan

lalu dengan lentera mana jalan berpenerang?

kalau tiap tikungan terdapat kesiap langkahmu?

ah mestinya nurani tetap menjaga jiwanya

sebab nurani bening menjaga mutiara ketetapan.



Pasir dan perahu,bagai seringai sang dewa...

dan cermin itu penuh luka bernanah

biarkan keindahan langit menjadi hak para elang

IA Yang Maha Melukis dalam suka cita

Ia Yang Menggambarkan semua hati

sedang mahluknya yang menggoreskan tinta,baik hitam atau putih



kemana langkah kemarin yang berkata,"aku akan memperbaiki diri?"

jalinan kata basi? puja puji? mabuk?

kutunggu di kedalaman hening



amarah tak menuntaskan masalah

syak wasangka membiakan prasangka

egoisme pupuk bagi keangkuhan



jangan kau tulikan diri dari bisik batin.



**



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



lelaki kecil berambut lurus benci perahu berambut gelombang

menatap tajam arah pesisir pantai,panas berberai berai,angin gelombang kuat menabarak apa yang siap dilahap meluluhlantakan cita seinci demi seinci

:gundah



pabila kebohongan kebohongan keangkuhan juga merupakan salah satu penyebab kehancuran,kerna mawar bukan hanya duri...duhai nurani kehidupan...

pabila kebohongan kebohongan kecil menjadi jamak paling bahaya adalah: sipembohong percaya oleh kebohongan yang diciptakan sendiri

dustamu akan merajam engkau sendiri

ia padamkan bara yang tlah lama menghangati,dalam gigil gulita aku kini,hilang arah tak kenal waktu:rapuh! bukan?

air pasang menelan jejak jejak di atas pasir





Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.





Lelaki kecil berambut lurus menatap mentari tenggelam.

Kerut pelipis senja nampak murung.

:dalam diam.





***





Sanggar Bambu Tali,21 April 2011 Tentang Dusta,Tentang Kepercayaan yang surut,tentang pekerti



"widhi"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar