Rabu, 24 Oktober 2012

Tentang Kesaksian Tubuh

: Kontemplasiku Untuk Ing Raga



perjalanan paduka,perjalanan...
sepi senyapnya meriuhkan segala luka


tak adakah selain perih yang merongga
pada repih jejak kepastianya tiap temu alamat?
*mampir ngombe paduka,mampir ngombe
lantas kenapa mesti kutuai dalam kerat
seperti lecutan pada punggung?


selalu saja,petir bagi hujan,berkawal kilat juga geremang langit
uh,dimana pula tuan bertahta waktu itu?
adakah di gigirnya?
duhai?
ah,cemetinya menghajarku paduka.....


taman taman selaku pergulatan waktu,seperti pecahnya api di dalamnya
hingga menelan keadaan,merapuh di sebalik menguat...lenyaplah kuasa atas segala
semesta sunyi bukan bisu,alam raya suwung bukan mati
lah lenyap pesta pora dalam hening biru....awan yang terenggut
ataukah 'muspra...entahlah.....


tubuh mengambil peran dari tindakan...
hukum pula di terimanya


ada nyanyian tanpa suara?
**punapi ing siang saha ratri?





Salihara,Sabtu 6 oktober 2012, 23 WIB


*mampir minum paduka,mampir minum
'tiada guna
** ada apa di siang dan malam?

Minggu, 08 Juli 2012

Gejolak Bimbang




[derita batin Karna di Padhang Kurusetra…]



Lelaki perkasa merentang gendewa
Membidikan panah api dimedan laga
Bergetar tanganya risau menggelayut ragu
Sesatu airmatanya menggulir pelan – nitik


Wahai Karna anak mentari
Harjuna adalah nadi di tubuhmu
Kurasakan perih jua terobek hatimu
Panah sang dewa pelan melesat bimbang


Oh Kunthi Bunda
Padang kuru ini nian kejamnya mengangkara
Tiada kuberpaling dari taman Surga
Pancaran matamu mandi cahaya


Ooo Kunthi Bunda
Hasratkan semadi tiada
Layangkan kakimu tuk sujudku


Ooo Kunthi Bunda
Selusupkan airmatamu airmataku dikedalaman samudra jiwa
Sumpah tlah kuikrarkan…segenap penjuru mengiya
teguh prasapa sang senapati perang
Biarkan jiwaku belah,ratap bumi tempat simpan lelah
Agar aku moksa sedang Pandhawa tetap lima


Aku?hanyalah anak yang lahir dari daun telinga,bukan kelahiran yang diharapkan
……………………aku ksatria yang berhutang budi Bunda….segala puja maafkan….


Karna merentang merentangkan panahnya bermula lurus penuh daya cipta…
Lurus…kemudian getar kecamuk nurani melenyapkan nafsu membunuh


Airmata perih menetes luka
Gontai anak panah lesatanya limbung
Sang Mahadewi Kunthi berkubang duka
Kusut suntrut kecantikanya
Bergumam seperti penyesalan:
“Karna putraning ibu wong bagus,semua anak adalah harapan
Tak hendak Bunda mengenyahkanmu anaku
Saat belah ragamu
Mata panah merantas nyawamu
Bunda mati rasa


Peperangan ini bukan sekedar kemenangan
Kepedihanmu kepedihanku anaku
Engkau mati diarena dalam darma bakti
Bunda entah bangga entah sedih…entah…
Kerna Bunda kehilangan salah satu anak terkasih…
Peperangan ini sungguh mengangkara kejamnya
Memisahkan tali saudara:melukai kemanusiaan
Mungkinkah ini sebenar kehendak dewata?
Perang senantiasa meninggalkan irisan luka
Bunda perih teramat perih anaku"


Sang Dewi tegak bisu mematung
Hilang cipta dan karsa:luka batin seorang Ibu…..
Jiwanya lenyap
Koyak moyak
Hancur
Ada tangis disekujur jiwa raga…
Mati dalam hidup…..
Karna:tumbal dari sebuah perang besar antara kebenaran melawan angkara



Depok,Selasa 18 Mei 2010


"whS"

terinspirasi dari Epos Mahabarata dalam Baratayudha lakon:Karna Tanding....
perang meninggalkan cerita kehilangan:nyawa,harta benda...luka jiwa...luka batin...

Dalam perang Baratayudha, Karna berperang dengan Arjuna, saudara sendiri, hingga Karna mati dalam perang sebagai kesatria. Tewasnya Adipati Karna dalam perang Baratayuda dianggap utama karena ia mati dalam perang untuk membela negeri Hastinapura yang selama ini telah memberi uluran tangan,intinya setia hingga mati, tak memandang bermusuhan dengan saudara sendiri.

sebuah karya besar tentang Adipati Karna oleh KGPAA Mangkunegara IV

[kepada beliau salam hormat serta terimakasih yang tak terhingga...]

Sabtu, 23 Juni 2012

Lelaki Yang Benci Perahu III






:silelaki kecil menuliskan coretanya dengan tinta berasal dari airmata dipipinya,hah?pandir?mari tertawakan lelaki kerdil itu!



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



"Kubakar bunga itu",bisiknya pada bibir malam,"dengan segenggam keniscayaan mungkin" lanjutnya

"lalu dimana jiwa berdiam? kala sepi memagut magut,dirantas gunting disebalik lipatan muasal?

tak selamanya laut itu deras gelombang

ku kerlingkan budi ditengah padang bunga bunga.....

dengan sedikit rangkaian sudahlah..."

ah ya luka kadang melahirkan keperihan menuju kematangan.



Apa sih yang membuat mawar senantiasa beringkar ingkar,mungkinkah durinya selalu merajam setiap buhul yang kering? perkenankan kini aku akan berbicara tentang hujan,sahabatku yang amat riang dalam sapaan atau malam? kekasihku yang berujud kesendirian tuntas!:

Hujan begitu saja ia datang

setangkup salam kekasih ia bawa serta

kutanya siapa pengirimnya gerangan?

oh Engkaukah itu ya Gusti!



"Aku harus bilang apa? jika rindu yang bertalu talu ledakanya deras membanjir menujumu tampunganmu lalu tiba tiba dengan begitu saja kau tutup tempayanmu menolak kucuran itu!

lantas masihkah aku percaya padamu,dari sisi mana kau kusemai kembali dibiliku? salah satu ruang disini? ingatkah kau mawar akan ucapanmu enggan menyambutku,keenggananmu bukan hanya menyakitkan namun membunuh telaga yang baru saja mengalun"



" Ataukah pengertianku yang kurang?pengorbanankukah yang alpa? oiii bukankah cinta tak ada hitungan untung dan rugi,tiada ada pengorbanan,setulusnya memberi dan memberi,pun ia dua arah,saling tarik menarik,andai hanya satu ujung saja betapa kuatnya menarik suatu saat akan rantas sudah! Tarikankulah kurang kuat? haiiii pengertian itu kebersamaan jangan pernah berharap selalu mawar untuk dimengerti tapi ia juga siap untuk mengerti!"



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



"Kembali?

tak mudah memang

tapi itu tak menyelesaikan masalah,iya,takan menyelesaikan.

masih ingatah kau? seharian kucari kuntum serbuk sari untuk kelopakmu? juga setumpuk kidung luhur para pujangga

kucari kerna rengekmu,kerna kasihku,kucari meski menempuh padatnya hujan hujan,waktu tempuh teramat panjang kerna semesti antri,ketika aku berjuang untuk itu kau dengan bahagia bermain main di dinding perahu berambut gelombang hingga pesan pesan tak henti pada sebuah epilog!"



"Hidup itu penuh aturan aturan,tentu lebih baik dengan keteraturan,agar tak liar dan saling bersitabrak dengan semua,seperti menulis mesti menggunakan titik koma atau yang lain bukan hanya sekedar isi,juga bukan hanya sekedar kalimat klise "suka suka aku kan?"

hah!

apa jadinya andai segala sesuatu dijawab dengan kalimat itu?

ke "aku"an pun mempunyai batas dogma!"



"Menyalahkan semut diseberang laut alangkah gampangnya,mari kita bercermin,nah ini bopengku,kesungguhan dibalas dengan ego,kalau pertemuan hanya untuk menunjukan ego,maka lupakan saja,semua!"



"Tak usah menjerit,tak usah menangis,baiknya mengurai diri,lenyapkan ego,bertanyalah ke dalam kebeningan lubuk terdasar nurani,katakan dengan jujur padanya,mesti jujur padanya,ya jujur,itu saja"

Belajar menghargai diri sendiri.

Percaya terhadap diri sendiri.

Mendengar bisik jernih tahta hati.

Amarah hanya menutup rapat datangnya kebajikan.

Bertanggung jawab atas resiko kata kata dari mulut sendiri.

Katamu kehilangan adalah sebuah kebiasaan cepat atau lambat,masih katamu hidup ini adalah tentang kehilangan kehilangan!



"Sebenarnya mudah,dihormati berasal dari menghormati.

Bukan menjadikan sahabat sebagai alat saja,sebuah kebendaan tanpa rasa.

alangkah baiknya hati hati dengan ucap manis,sinis,tak semua lelaki batu seperti harapmu,sebab dunia ini lengkap,keseimbangan,dunia lelaki lembek dengan kucur airmata,juga ada tempat sendiri.

tak semua lelaki penjinak gelombang,pun ada lelaki merintihkan semesta hujan.

cinta adalah sebuah kegagahan,maka aku merangkai bunga bunga diatas budi airmata..."



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Tak lah,pandir ini ahirnya pula,seperti tertiup angin siang dibawah beringin besar,damai tak lena:ujar silelaki kecil...



Depok,22 April 2011,tentang kebersamaan yang terkoyak,tentang ego,tentang sebuah timbal balik.

Lelaki Yang Benci Perahu II





Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Ia sekilas lelaki tanpa sikap,"lembek",begitu yang pernah ia dengar ditelinganya,pun pengakuan datang dari hatinya,"bahwa toh karang tak selamanya kokoh tegar?bahwa diam juga merupakan perlawanan,bahwa lembek juga sebuah sikap,bahwa ubur ubur juga melawan".



Segenap perhatian di tumpahkanya kepada tumbuhnya mawar yang kini lebih lebat benalu dibanding kelopak itu sendiri,sedang mawar makin sibuk bermain bersama bahtera,memandikan tubuh dengan pasir,menggambar peta pada punggung laut bahkan selebat hutan rimbunan itu.



Entah berapa purnama salam sapa tak di gubris oleh kuntum yang memabukan lelaki kecil,ironisnya saat mawar memerlukan kunang kunang lelaki kecil pembenci perahulah repot menemukan kemunang di tengah lebat guyuran hujan,sedang mawar tetap riang bermain di atas geladak membelah sunyi hutan menaklukan buaya buaya...berburu kemenangan kesenangan.



*



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



"halo lelakiku" salam yang amat memabukan bagi si lelaki.

"iya jelitaku"

"kutunggu kau selalu"

dikecup hisapnya airmata bahagia.



Rupanya dendang perahu memabukan bunga,di tiap titik kata bersisambut kalimat kalimat panjang sepenuh mesra

"oh Mawar gerangan senja apa yang merampas segala kericik hujanmu menujuku?"

Di tekanya dada dengan guruh badai,luka teramat nyeri,kesakitan meruang rongga.

"Tak hendakah engkau tersadar setiap prasapa?"

Bahkan cibirmu untuk segenap kebohongan bertahta angkuh!

Ah menjaga hati sudah bukan keharusan

lalu dengan lentera mana jalan berpenerang?

kalau tiap tikungan terdapat kesiap langkahmu?

ah mestinya nurani tetap menjaga jiwanya

sebab nurani bening menjaga mutiara ketetapan.



Pasir dan perahu,bagai seringai sang dewa...

dan cermin itu penuh luka bernanah

biarkan keindahan langit menjadi hak para elang

IA Yang Maha Melukis dalam suka cita

Ia Yang Menggambarkan semua hati

sedang mahluknya yang menggoreskan tinta,baik hitam atau putih



kemana langkah kemarin yang berkata,"aku akan memperbaiki diri?"

jalinan kata basi? puja puji? mabuk?

kutunggu di kedalaman hening



amarah tak menuntaskan masalah

syak wasangka membiakan prasangka

egoisme pupuk bagi keangkuhan



jangan kau tulikan diri dari bisik batin.



**



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



lelaki kecil berambut lurus benci perahu berambut gelombang

menatap tajam arah pesisir pantai,panas berberai berai,angin gelombang kuat menabarak apa yang siap dilahap meluluhlantakan cita seinci demi seinci

:gundah



pabila kebohongan kebohongan keangkuhan juga merupakan salah satu penyebab kehancuran,kerna mawar bukan hanya duri...duhai nurani kehidupan...

pabila kebohongan kebohongan kecil menjadi jamak paling bahaya adalah: sipembohong percaya oleh kebohongan yang diciptakan sendiri

dustamu akan merajam engkau sendiri

ia padamkan bara yang tlah lama menghangati,dalam gigil gulita aku kini,hilang arah tak kenal waktu:rapuh! bukan?

air pasang menelan jejak jejak di atas pasir





Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



Lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.





Lelaki kecil berambut lurus menatap mentari tenggelam.

Kerut pelipis senja nampak murung.

:dalam diam.





***





Sanggar Bambu Tali,21 April 2011 Tentang Dusta,Tentang Kepercayaan yang surut,tentang pekerti



"widhi"

Lelaki Yang Benci Perahu





lelaki itu benci perahu,padamulanya sepele sesungguhnya tidaklah benar ia benci perahu,tepatnya lelaki itu benci kalimat perahu,bukan perahu dalam bentuk namun hanya kalimat "perahu" saja.



lelaki kecil bertatap mata menghujam bumi [sebab ia tak mau menatap langit "langit adalah lukisan indah dari Sang Maha Indah" begitu katanya,"jadi tak baiklah menatap Yang Maha Indah melukis langit"]

dipagi yang elok nian ditemukan seruam mawar...."ahhh kau?"ya katanya...



"masukan aku pada ruang dihatimu"kata sang mawar

benarkah?" sambutku

"iya...iya..."

"auw..."

"tak percayakah kau?"

"bukan!"



"lantas?"



"benarkah kau akan menghiasi hatiku?"



"usir keraguanmu lelaki,aku menemu kesantunan di hembus nafasmu..."



"ah aku cuma pengembara sunyi kecil tanpa arti...pada yang lelap kususuri jalan"



"lelaki kau tlah membangunkan aku arti mimpi,kau makin menyeretku ke kubang hatimu"



lalu hari berputar seakan cakramanggilingan...lelaki kecil sederhana menggenggam mawar...ditimang tiap saat sepenuh hati menyusur detak jarum waktu....



malam sunyi menari...lautan menggelar pamandangan indah

perahu melintas...



hai sang mawar mendekati perahu yang berambut ombak itu

melukiskan kalimatnya didindingnya



.



"tak usahlah kau cemburu dia masa laluku,kata sang mawar"



"iya iya baiklah putriku"

diusirnya jauh kecemburuan,ditekanya dada yang bergejolak



putar waktupun merambat malam makin tua

sang mawar menggoreskan kalimat demi kalimat menyusun kata didinding perahu berambut gelombang

kadang nakal menggoda kadang manis bertutur semua memikat



lelaki kecil makin menekan dadanya perih



"duhai dewi tak bolehkah aku cemburu?duhai mawar...."

"bahkan bangga kau pasang perahu berambut gelombang itu pada dinding indahmu? memang makin indah...tapi hatiku pecah....aku benci perahu,aku benci syair nakal......bahkan syair syair itu menohoku...."



mawar tertegun dengan perasaan entah

"hai lelaki cengeng,jangan kau anggap pencarianmu lah usai...sederhanalah bersikap,pelan pelan pelan hingga sua"





lelaki kecil berambut lurus tak seindah rambut gelombang perahu menelan ludah getir

"tak kutuntut janjimu,tak pula sedang kuingatkan janjimu....namun bagiku hidup dalam naungan kasih suci bukan untuk permainan,bukan pula tentang pencarian yang tlah usai,bukan pula aku tak mengenalmu...bukan...bukan

aku hanya ingin berkesah padamu mawarku...biarkan tangisku pecah,itu lebih baik daripada aku bersumpah serapah...aku bukan perahu yang bisa bersyair indah namun pula amat suka bersumpah serapah serta berucap nakal basi dan liar"



lelaki kecil menarik nafas sesenggukan

tak sesal soal janji....

tetap yakin dengan kesetiaan sang mawar?

"sudah kutuang tentang siapa aku,tak ada yang kututupi atau berkedok entah apa,semua aku apa adanya..."



"tak mungkin aku mengingkari kesantunan,demikian janjiku pada Bunda....perahu itu perahu itu,memanggilmu pasir...kau senyum mengiya..dan menyebutnya perahu!"



lelaki kecil parau menatap putar roda

"badai apapula yang menerpaku...."



mawar sunyi iba...tak tau berbuat apa oleh sejarah purba

"sudahlah lelaki rambut lurus...sudahlah,yakinlah akan aku untukmu"



silelaki kecil tersedu,cemas pilu menyesali katakatanya yang menyakiti mawar sunyi,mematri janji hati

"iya mawarku...asal kau bahagia,aku bahagia melihat kau bahagia....."

"kunanti tetap engkau kunanti"



"aku akan tetap menjaga diri,untuku karena untukmu"

o nada kepalsuankah itu?



.



lelaki kecil benci perahu berambut gelombang

"do'a dan cintaku untukmu...

padamu Bunda aku mohon restu...."



permainan?oh.....?kesalahan?auw.....,meski sebuah cintapun akal sehat tetaplah terus ada,sakiti aku hingga meradang lalu ucapkan segala lemparan kata kata penuh penyalahan,niscaya kan kutampung...

"puaskan segala macam umpatan" lelaki kecil pembenci perahu,hanya kalimat perahu itu saja!

"karang buaikan segala kisah,fatamorganakan,keingkaran janji,panggung permainan....masihkah pisau lipat yang kau simpan untuku"



"engkau yang memuja kebebasan,engkau yang berkata sebebas elang dilangit,engkau yang menolak batasan batasan,remuk redamlah segala apa...selamat siang....tuttt tutttt tuttsss" perbincangan usai terpotong begitu saja...



Sudut Kecil Jakarta Selatan...

22 April 2011 pukul 13:53

Pada Temaramnya Ciliwung





Ciliwung merintih-tertatih,menyusur kota
Menelan sampah sepah - bergolak
golak bergolak puji pada terali terali jeruji

-dijendela para perawan
-malu malu mengintip perjaka pulang



Tawa Ciliwung menggebu-membelah mimpi
Ciliwung meggibaskan tubuh ke tepian
Membenamkan seluruh rasa kesakitan
Menuaikan esok untuk penghuni

Sebab airmu Ciliwung
Memberi nafas
-pada kolong kolong jembatanmu
-pada kangkangangya keangkuhan gedung kota
-Pada kaki kaki lima
-pada kaki berantai emas
-pada kaki berdasi
-pada kaki berkuku lentik wangi

Ciliwung
-berjuta orang memaki dan juga menghisapmu
Bawa serta busuk bangkai
keliaran
-juga tikus tikus got
-bau dan sumpah serapah

Ciliwung – Ciliwung bicaralah:

”mestinya aku bersedih
Tak bisa aku memberi lebih
Biar-biar-biar-aku tak luka”



"tubuhku makin kurus saja
selalu dirambah-dirambah dan dirambah
kemana mesti ku berpijak melangkah
aku tak punya tempat tinggal-perlahan sirna"



"harus dengan apa kuseret semua beban ini
punggungku terus bertambah luka
koreng mengiris makin menambah tipis
kapan aku bisa tenang lelap?
kalau darahku kau pampat?
tak hendak aku banjir kawan
kalau jalanku lapang..."



"maafkan aku kawan-beri aku kebebasan"



"jangan kau kira aku tak bersedih
jangan kau kira aku bahagia dengan banjirku
semata karena aku tak kuat menahan derita
aku sakit....
aku getas....
aku prihatin....
aku sendirian.....
aku ingin mengerang saja..."



"dengarkan aku kawan...
yang kutahu kalian adalah sang pemimpin
yang kutahu kalian bisa merawat ragaku...
yang kutahu kalian merantaskan sendi sendiku
yang kutahu
aku ingin kalian tahu..."



[Ciliwung bertutur penuh sendu rawan]

Ciliwung – Ciliwung
Punggungmu iklas untuk gembel gembel
Menyatukan dan menebas kota
keruh airmu,keruh alirmu
Tapi tetap diminum ditenggak habis-Yang mukim
Baik dasi atau sampah kering

keruh airmu,keruh alirmu,keruh harimu...

Ciliwung jangan marah lagi....

"aku bukan marah
namun memang tak ada lagi jalan ku melangkah"


Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.
Alquran > Surah Al Baqarah> Ayat 60

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)
Alquran > Surah Ar Ruum> Ayat 41

Depok,Januari 2008,mendekati senjakala 17.05 WIB

"whS"

catatan:
pulang dari sebuah perjalanan,menjelang senja hari,hujan besar,gelap pekat,seolah dunia hendak ditelan kegelapan,serta merta guruh tiada berhenti.
saat melewati jembatan Ciliwung,bergolak air keruhnya dengan kerosak suara liar tak kalah guruh mistis,dibarengi kilat berkerjap kerjap..Ciliwung bersama Gelap,Guntur,Hujan Angin seakan bersekutu menelan kotaku
sepenuh sadar kuhentikan perjalanan pulang,mematikan motor,bersukur dan memohon perlindungaNYA,melepas mantel berhujan ria,merasakan alam bertutur sapa serta Ciliwung sedang berkeluh kesah berbagi cerita pada "aku" untuk didengarkan...dan teringatlah Mas Rendra [semoga kau damai disisiNya,sahabatku...] dengan sajak Ciliwungnya...
teringatlah pula banjir besar 2002,dan perkenankan pula aku membuat sajak Ciliwung,yang kutangkap dari senja yang tak terlupakan itu...

dan inilah hasil percakapan dua sahabat, kututurkan pada sahabat yang lain..
salam Ciliwung...

BALADA GERILYA





:Kepada Jendral Soedirman

Hitam langit=degub jantung
Gerombol bayang,gegas...terjalin bisik
Mata menatap dalam kerjap
Dalam tandu dan cekikan nafas TBC..!!!
“kupanggil !! engkau?-kuseru!!”

Keriut dingin serta gigil..!!??
Menggengam erat puja!! dan doa!!
Azimat dari Bunda berupa nyanyian suhada!!
Langkah menerobos tembok beton
Menghunus telujuk-menebas-gerah!!

Nafas nafas makin tipis !!!! dan berat !!!
Langkah langkah terseok seok getas!?
Direntangnya cahaya membarakan bulan
Pijar pijar berpijar-memijar-warna malam
Memberi kekuatan nurani
Bersorban bunga puja puji

Jendral !!!
Darahmu rintih terjangkit malaria!
Lalu kemana engkau akan kembali?

”ah di persada tak henti aku mencari
Dari paruh dan luas sisi ke sisi
Takan henti aku disini
Sampai jejak merdeka nanti
Jangan sematkan segala tanda jasa
Sebab pahlawan sejati mati di arena
Adalah tanda jasa diatas jasa...!!!”

Merayapi lorong lorong ular!!
Menebah hutan pekat hari demi hari
Tak gelapkah?
["tidakkk!!!sebab jalan kebenaran adalah
Lintas cahaya benderangnya...!!!"]
Menjelajah persimpangan belantara antar waktu

Jendral-Jendral!!!
Darahmu rintih terbias malaria
Di kemerdekaan engkau sampai
Hanya menghatur
Hanya menghantar
Dan kini menitip disini
Untuk kami

Jendral-Jendral !!!
Engkau tlah sampai
Kami baru memulai


JENDRAL...ENGKAU PAHLAWAN RAKYAT SEJATI....!!!


Juli,2002
Rembang sore,16.23 WIB
Demi kulihat matahari indah bersinar
Makam Pahlawan Kusumanegaran Yogyakarta

"whS anak Ibunda"

catatan:termangu didepan kesederhanaan beliau,sedang lingkunganya mulai menampakan pembangunan pembangunan,meski sebuah patung, kesederhanaanmu tiada ada terkira Jendral

Jumat, 22 Juni 2012

Fragment Episode Senjakala

“Keingkaran Sebuah Janji Dewi
dan Balada sebuah pengorbanan besar Ibu”
[dari kisah khayal penulis,sebenar benar khayal]

Umbaran
Setaaannnn trembelaneee……!!! Umbaran masih menghamburkan makian
panjang pendek dengan menahan amarah yang sampai keubun ubun. Bagaimana mungkin angan yang terajut beberapa hari ini sirna begitu saja oleh sebuah janji?
“Anjing kudisss wong ayu wong ayuuu!?!?!!meski kau sudah ingkar masih saja tetap ayuuu huh!!!oleh desakan emosi hingga mulutnya menggelembung laksana gunung berapi hendak mengeluarkan lahar amarah. Pastinya antara amarah dan rasa cinta masih berimbang kalau tidak mau dibilang cinta buta,ini yang berulah si cantik Kencono Wungu coba orang lain sudah kubikin ancur macam Mercuet yang habis berkeping kematian manusia sakti itu. Seantaro negri [bahkan sampai manca negri ] tahu akan kesaktian Umbaran yang luar biasa dan seantaro negri [bahkan sampai manca negri ] tahu akan kecantikan Kencono Ungu yang luar biasa.

Pamit Bunda.
Lelaki gagah tegap berambut tebal panjang sedikit berombak dengan mata tajam menatap kedepan berjalan agung berkah Dewa Dewa jelas terpancar pada langkah langkahnya,segalanya sudah lengkap saat diurapi restu Bunda untuk maju kemedan laga menumpas satru negri.
“berangkat le saat kokok ayam yang pertama! jemput bapamu mentari digerbang desa mintalah kekuatan! namun jangan lupa ciumlah punggung tangannya,ingat jangan sampai keduluan yang lain!!!”Bunda berpesan dengan tutur lembut yang tertahan akibat dari kekurang iklasankah?ditinggal putra terkasih?!?.
“baik Bunda,ananda esok berangkat”penuh santun duduk menunduk bertutur tak kalah halus pelan bagai berbisik
“satu lagi Umbaran,saat kau keluar pintu rumahmu janganlah menengok kebelakang satukan tekad mata hati pikiran jangan cengeng le,jangan merintih pada siapapun kecuali pada Gustimu,jangan menyesali segala keputusan”setelah disahut dengan anggukan yang sangat pelan Bunda mengakhiri pesan pesan yang penuh dengan kalimat “jangan”.
Bertelanjang dada tidur dilantai belakang pintu depan,berikutnya Bunda melompati sebanyak tujuh kali dengan mantra mantra terus keluar dari bibir. Pada lompatan ketujuh Bunda langsung melangkah memasuki bilik kecil dibelakang rumah yang terbiasa disebut sanggar pamujan sambil senantiasa menggumamkan mantra mantra untuk mengambil posisi duduk bersimpuh berpejam mata sangat kusu’,pada hati kecilnya Bunda berjanji akan menyudahi semadi nanti saat putra tercinta pulang membawa kemenangan,atau takan pernah beranjak hingga mati andai putra gagal mendapat janji!,atau sekalian moksa sebagai tumbal cita cita nanda! [apa itu tanda dari keraguanku?]
Begitulah pagi buta bergegas mandi bersuci beruap bunga warni warna yang diambil dari sanggar pamujan pasti sudah memuat sgala japa mantra Bunda. Terasa aroma kesejukan menisik nisik sekujur tubuh hingga segar mempertebal keyakinan. Segala beres sudah, berbekal sgala doa doa Bunda berangkat melangkah agar tidak ketinggalan bapa mentari dipintu gerbang desa tak lupa sebelumnya meraup tanah Halaman rumah agar kampung halamannyapun merestui harapan lamunan;kedudukan serta si cantik Kencono ungu [betapa wangi gadis ranum molek…tak sabar rasanya mendapati malam pertama dari bidadari…wangi keringat..desah merdu suara saat kau memanggilku Kangmas…..Kencono ?].


Langkah mimpi
Tangan kukuhnya meraba gagang pedang sang guru dipinggang seolah meyakinkan diri bahwa tidak ketinggalan dengan wajah tetap menatap tajam lurus kedepan melihat harapan.Masih teringat mimpi malam terakhir sebelum pamit,Kencono Ungu…….ya..ya wong ayu wong ayu tunggulah Kakang segera datang memberantas perusuh yang merisaukan hatimu.

Kencono Ungu
Gambaran gundah sebentar duduk lalu bangun kemudian duduk lagi…bangun..duduk..kentara sangat gelisahnya!
“Gerangan apa jalan yang harus aku ambil untuk menolak Umbaran…..???
Dimainkannya jemari jemari lentik itu pertanda gelisah yang dalam.
“Patih bagaimana ini? Dengan masih berdiri namun tanpa menghadapkan mukanya kepada Sang Patih sementara yang ditanyapun seperti tidak siap menerima pertanyaan atau tepatnya berharap agar pertanyaan tersebut tidak buat dirinya.
“Patih…Patih Paman patih!?”setengah bertanya dengan nada yang agak berat merisau.
“ya…yaa..ya..sahaya Dewi”menghatur sembah tergagap gugup.
“bagaimana paman?”
“ampuni sahaya Dewi,ampuni sahaya Dewi sungguh! jujur paman akui paman tidak berwenang menentukan jawaban…ampuni paman Dewi ampuni sahaya”tanpa berani menengadahkan wajah sementara tetap melakukan sembah.
“paman ! paman bagaimana ini aku yang bertanya paman! Bukan untuk menentukan jawaban dari paman? Sepeninggal Ayahda yang bertapa bukankah Paman sekarang yang tertua dikerajaan ini?! Iyakan paman? Kemudian apa pesan Ayahnda ketika Beliau lengser keprabon berangkat menuju pertapaan kepada paman?!? Ingatkah pesan beliau paman ? begitukah cara orang yang dipercaya ayahanda?” Laksana air bah berondongan pertanyaan yang serasa sebuah godam menghujam persis dikepala.bernada memojokan.
“pamannn..paman bicaralah paman dari hati paman,usah merisau”dengan sedikit kelembutan Kencono Ungu mendekati Patih.
“ampuni sahaya Dewi ampuni paman”
“ya paman,paman senantiasa kuampuni,sekarang bicaralah! Apa usul paman?”
“baik Dewi,mohon ampun”sang paman tetap mengangkat sembah namun tetap terlihat menanggung beban berat didada.
“Paman pikir apapun yang terjadi Dewi sudah bertitah…maka Dewi mesti menepati janji,Dewi mesti menerima Umbaran siapapun seperti apapun dia sesuai dengan janji Sang Dewi,janji ratu,..ampuni sahaya Dewi dulu Dewi berjanji…..” meski terlihat agak ragu Sang Patih menuturkan kisah sayembara siapapun yang mengalahkan kebo marcuet diangkat jadi pahlawan serta berhak atas tahta Negara juga bersanding dipelaminan dengan sri ratu sendiri.
Semua hadirin melepas nafas panjang tanpa ada yang berani bersuara.
Hening seketika pertemuan
………………………………………………………
Kencono Ungu diam mematung menatap kosong.
…………………………………………………………….
“ahhh begitu paman???” masih bertanya meyakinkan setengah bergumam.
“ampuni sahaya Dewi ampuni paman”
“iya paman tidak mengapa………………………………..
Tapi bukankah Umbaran telah membuat huru hara merusak rumah rumah,…. “
“benar Dewi,itu memang salah Umbaran,tapi semua orang tahu Umbaran berbuat begitu karena dia menuntut janji Dewi,dia meminta haknya setelah kewajibannya dia penuhi,begitu Dewi,ampuni paman”
“ya paman benar tapi aku tidak menyuruh paman untuk membela umbaran paman?!?”
“ampun beribu ampun Dewi” sebagaian besar hadirin tegang menahan gumpalan beban.
“sekarang aku bertanya pada semua yang ada disini,siapa yang membenarkan tingkah umbaran? Apa benar dia adalah pahlawan, orang yang telah membuat kerusuhan suatu negeri?!?”
…………………………………………………………
………………………………………………………….
“apa tidak ada yang mendengarkan suaraku?”
…………………………………………………
“apa kurang keras suaraku! Bukankah ini balaiurang? tempat segala rapat pembesar negri ini selama ini?….apa semua pembesar negri sudah kehilangan pendengaran?!!”
……………atau sudah kehilangan lidahhhh?”
“baik,sekarang siapa yang membenarkan paman patih!!!”
…………………………………………………….
“baik tidak ada yang membenarkan paman patih ternyata,jadi sudah jelas paman patih ternyata jabatan patih mungkin terlalu berat bagimu” Kencono Ungu tanpa sadar telah menekankan kata mu sebuah kata yang selama ini tidak pernah dilontarkan untuk menyebut patihnya.
“ampuni sahaya Dewi”tetap menunduk kelu
“iya, paman Dewi maafkan,tapi paman kedudukan patih bukanlah untuk membenarkan satru negri namun lebih tepat untuk membela negrinya, ratunya junjungannya!!!”
“ampun Dewi paman tahu itu,ampuni sahaya Dewi”
“…dan kedudukan patih sangatlah banyak yang mengincar….”
“ampunnn Dewi..ampuni sahaya”
“…dan ternyata banyak yang lebih pantas dari paman….!!”
“sementara ternyata paman tahu bahwa patih adalah untuk membela ratunya,ini lebih berat hukumanya paman,akan tetapi mengingat begitu banyak jasa paman,maka semua itu Dewi maafkan…”
“mohon ampun Dewi,banyak terimakasih paman pada Dewi…”
“ya paman,untuk itu paman,paman tidak Dewi penjarakan selayaknya penjahat,begundal,satru perusuh negeri….puas engkau paman…???”
“ampun Dewi,beribu terimakasih paman haturkan…”
“ya paman.sekarang segera tinggalkan ruangan ini,pulanglah paman kekepatihan temui nyai patih yang sudah merindukan paman karena bukankah paman sudah satu purnama tidak pulang mengingat tugas Negara yang sangat banyak?”
“baik Dewi paman haturkan segala terimakasih”
“dan sampaikan salamku untuk nyai patih ya paman”
“sahaya sampaikan dewi”
“bersama pula pesanku segeralah paman mengajak nyai patih meninggalkan kepatihan juga negri ini..” Kencono Ungupun duduk dan tetap berwajah dingin tegang datar..
“…Dewi…benarkah ini Dewi…? Apa paman tak terampuni Dewi?”
“semuanya sudah jelas paman….”
“paman boleh meninggalkan jabatan ini atau istana kepatihan..namun paman lahir disini,ini negri paman Dewi….? Kemana paman akan pergi?
“itu masalah paman….”
“..Dewi kau boleh mencopot segala kedudukan paman?tapi kalu kau usir paman?paman akan kemana Dewi?!?”
“datanglah ke Umbaran…”
“Dewi,….”
“pergilah paman sebelum Dewi berubah pikiran…silahkan paman…”
“baik Dewi mohon ampun,titip negri ini Dewi………
Titah Dewi sahaya jalankan”

Matahari Tenggelam
Setelah mendung menggelayuti pokok tumbuhan kemudian punggung awan letih hingga menyiramkan semua keletihan mencumbu bumi.
Ki Patih [kini bukan patih lagi] berjalan lesu ditemani kesetiaan Nyai patih [juga bukan nyai patih lagi] meninggalkan kerajaan yang selama ini telah memberikan kebesaran serta kemewahan,melangkah bergandeng kadang berhenti sesaat seakan tak percaya apa yang telah terjadi.Membatin berbicara menyalahkan diri bergumam ….menyumpah badan sialnya
“Kencono Ungu tega kau pada paman sendiri setelah semua kubaktikan pada negeri….”
Keyakinannya telah bulat menyepi kepegunungan membuat pesanggrahan memuja kebesaran Tuhan yang terlupakan.
Kadang terbungkuk kadang merunduk menyingkirkan ranting penghalang jalan.
‘ayo nyai kita berjalan lagi,sini nyai pelan pelan aku gandeng”
“ya pelanlah lagi jalanmu kaki,huh beginilah langkah langkah tua kita tak bisa cepat digerogoti keriput juga tenaga tua telah habis,tunggu aku kaki,aduhh terjal nian sih kaki…oh Allah gusti dosa apa yang kusandang…”
“nyai nyebut nyai jangan mengeluh begitu,pasti semua ini sudah dalam garisnya sabar nyai sing sabar…..ya…sabar…”
“ahhh sabar kaki sabarrr,awas ati ati ki awas ki…pelan ki itu ki li….cinnn”
“nyai….nyai…ahhh to…tol….”

Lingsir Waktu
Kencono Ungu terjaga dari mimpi buruk beserta sengalan nafas memburu tarikan tarikan tersengal tanpa aturan.
“Umbaran …apapun tuntutanmu semua kuturuti hanya yang satu?uh aku Ratu…Umbaran tak mungkin punya pendamping sepertimu….yang ohhhh.”
Diambilnya segelas air putih dari teko kemilau bersinar putih keperakan,setelah beberapa tegukan maka lepaslah sedikit beban.
“Dulu Marcuet sangat sakti kupikir tak ada yang bisa menandingi namun kenyataannya kau bisa mengalahkan….?”
Diteguk beberapakali lagi air putih yang saat itu terasa begitu segarnya.
“lalu kaupun menagih janji oh Umbaran Umbaran,ya Marcuet ada tandingannya Kaupun pasti ada tandingannya Umbaran Umbaran tunggulah” Pecah sudah satu masalah.
Dan Kencono Ungupun kembali menaiki ranjang gadingnya. Sebat terampil semua dayang dayang segera mengipasi dengan irama yang sudah sangat terlatih,segera Kencono Ungu kembali mendapati tidurnya lelap lelap sementara kain yang menutup jenjang kakinya sedikit tersibak membuat indah pemandangan apalagi dengan leher jenjangnya turun sedikit kebawah gunung padat kembar tertutup kain hijau pupus berdenyut memancarkan pesona mistis purbawi wanita matang dan siap dibuahi….indah cantik erotis menyimpan bara yang tiap saat tiap waktu bisa menyala panasss.

Layung Sendjakala
Makian Umbaran terus panjang pendek makian tak berdaya seorang pahlawan patah hati “Kencono Ungu uffhh kenapa kau bohong?Bunda Bunda masihkah semedimu?Romo roomo dimana japa keramatmu ”
Penuh geram laki laki itu menyumpah serapah merusak segala rupa didepanya menghancurkan semua rintangan penghalang namun kini dengan langkah tertatih kerna ulah Mercuet menghancurkan sebelah kaki, merincau lewat suara sengau akibat hidungnya hampir rata menempel wajah …..juga matanya..matanya…!...Ya Jagat ya Dewa! manusia ataukah setan menampakan diri dia? [meski kemenangan digapai atas musuh tapi bekas dari peperangan telah merampas semua ketampanan]
Dilain tempat pada waktu bersamaan disebuah desa hijau rimbun terdapat sebuah rumah mungil yang memencil masuk agak dalam ketengah hutan dengan sebuah jalan setapak tempat para petani penduduk sekitar lewat sebagai jalan pintas menuju hutan.
“ Kelihatannya si empunya rumah adalah golongan Brahmana atau Resi Suci atau sebangsanya yang begitu” gumam pelintas asing kebetulan baru pernah melewati rumah kecil namun asri tersebut.
“tanda tandanya jelas…tempat air untuk bersuci dipojok depan rumah nampan sesaji beraneka bunga terdapat tak jauh dari situ namun sepertinya bunga tersebut sudah mengering….?...dan darimana bau yang sangat menusuk ini….? Mengapa seperti bau……?”

Agung Raya 05 Juli 05
pukul 00 49 wib dini hari
"whS"

Kamis, 26 April 2012

Nyanyian Nelayan Untuk Buah Hatinya




marilah melaut anaku
kita cumbui badai
peluk mesrai ombak
menunggang gelombang

kita belah jantung samudra hingga membuih
lepas dari satu ketegangan menuju ketegangan baru
amat nyata,amat menantang,jangan terlena

disana tiada kemunafikan nak
alam selamanya jujur
laut selalu begitu anaku
ketika kita bisa bersejiwa
bahkan mati menjadi sebuah kemanunggalan



dia menelan segala derita,disimpanya seluruh luka
pada kandung perutnya terdapat karun tiada tara
bahkan manikam terkilau
hadiah untuk yang ulet sabar dan bekerja keras
tak melukai tubuh maupun punggungnya
disini lebih jujur dibanding disana
tapi begitulah:dimana kekayaan tersimpan
sang penjaga kokoh berdiri
mencabuk siperusak nurani

melaut anaku melaut
lupakan sejenak pahit getir hidup

Angke, 03/05/2011

Jumat, 20 April 2012

Cerita Tentang Ibu


:Senja Savana

betapa angin sering berbisik lirih
tentang Sarip
menunggu namanya di sebut bunda
pahlawan muda itu selalu saja terbangun
menjemput seruan bunda
bahkan dari matinya...

ketika pergulatan hidup seolah menjadi deraan lautan luas lebarnya,siapakah yang sukses merenangi sampai ke dermaga? ketika mentari bertahta di ubun ubun pada bentang gurun pasir,siapakah yang lunas menunaikan perjalananya? kesangsian dalam juang,siapakah yang sanggup mengusir keraguan hati ketika beban demi beban menggelayut tubuh tak henti henti?

oh laut mana yang tak mau ia arungi? sedang tiap tapak kakinya adalah berkah demi berkah semata. matahari mana yang tak mau menerangi,sedang hari harinya adalah karunia,o ya,rembulan mana yang tak mau elok menjembatani kelopak demi kelopak bunga,kerna tiap senyumnya adalah lambaian terwangi.

Ibu
benar aku bukan Sarip
tapi aku tau,kau simpan segala duka
kau kunyah derita
lantas kau jadikan mantra mantra
yang terbaik untuku

berjam jam kau berdo'a,
berhari hari kau dalam kerja
mengadaikan nyawa
mengadukan yang segala bisa
untuk mempersiapkan anakmu pada kelak

bagi kami kanak,awal hari bermula dari
bisik lirihmu takala membangunkan
"nak arungilah waktu,belajarlah sebaik mampu"
kemudian sarapan pagi kudapati,lalu tak kau isikah perutmu bunda?
ah sepagi itu bahkan sudah kau teteskan keringat,untuk anakmu

sosok itu makin renta,keriput,bahwa setiap gurat wajahnya sebuah penanda hidup penuh pengabdian,sepagi itu ia tlah bangun,lantas memetik lagu terdamai dengan percintaan dengan-Nya,di tanak nasi buat sang anak,di jereng kopi buat sang suami,dan satu demi satu ia bangunkan kesadaranya,untuk menempuh amsal,sedang perut sendiri? olala,sisa sisa sarapan yang berserak di meja makan menjadi sarapan termanis baginya.

oh rasa syukur terkumandang sebagai hujan deras dari bibir itu,tak ada keluh apalagi kesah,semua di telan sebagai ibadah. larutlah larutlah semua yang terangkai pada genggaman. siapakah teman sejati baginya? tak lain dan tak bukan hanyalah kasihNya semata.

Ibu
senyum tulusmu
sesungguhnya tlah memanggangku
itulah mengapa tak ada usai bagi hembus angin
sebab penjuru adalah wadah tak jemu jemu
air tak henti mengalir
kapanpun
dari darasnya cinta Ibu
rapal apa pula yang ia gumamkan
pada sepertiga malam paling sunyi?
paling sendiri
hanya ada Dia dengan dirinya
iya
nama sang anak,utama dalam zikir beliau
tak kunjung tuntas bagi cinta terbesar
ia maha laut sumber kisah
sumber kasih


bertahun lalu,nilaiku hancur,mimpi besar dari rumah berkeping keping
ketakutan menghadapmu,dengan tangan hampaku
ah senyumu menenangkan segalanya
"berusaha lagi nak,berusaha lagi,kaulah yang terbaik nak"

seorang anak berharapan besar,menempuh ujian demi ujian,"sekolah yang baik nak" kata beliau,acapkali sang anak ingkar dari janji,padahal sang bunda menabung sen demi sen hanya untuk sang anak,bahkan bunda tak sempat untuk membeli kebahagiaan kemewahan kecil buat dirinya sendiri,tak heran ketika nilainya jeblok,penuh sesal ia menghadap bunda dan perempuan paruh baya tersebut penuh cinta penuh pengertian akan berkata,"sudahlah nak,berjuanglah lagi,kau anak yang baik,mutiara bagi bunda,pasti kau bisa anaku" [Bunda benarkah kau tak tau kenakalan kenakalanku? aku yakin kau pasti tau,hanya karena luas tanpa tepilah hatimu hingga kau tetap membanggakan anakmu]

ku urai kisah ini,saat pagi mengetuk ketuk jendela
coba perdengarkan suara pelan mentari yang berpapas bulan bintang
"perkabarkan pada mereka setiap biji tasbih kasihnya,bahwa ada cinta takan kunjung lunas"

air mata,kucur keringat
duka suka
seggenggam harap
tenaga tanpa penat


"Ripppp Saripppppp.....!!!!!"
"duli anakmu menghadap bunda"


Depok, 20 April 2012, 01.30 WIB
kutuliskan untuk seorang sahabat

catatan kaki: Sarip yang dimaksud adalah Sarip Tamba Oso,seorang anak muda Jagoan dari Gedangan Sidorjo Dusun Tambak Oso,seorang pemberani penentang penjajahan Belanda,konon entah mati berapa kali sekalipun ketika bunda memaggil namanya maka seketika ia tersadar dari mati dan hidup kembali

Sebuah kisah kepahlawanan dari arek arek Suroboyo di Jaman Penjajahan Belanda. Kisah seperti si Pitung seorang jagoan silat, tetapi juga seorang perampok orang orang kaya yang bekerja sama dengan kumpeni dan hasilnya diberikan pada masyarakat miskin.

Kamis, 19 April 2012

Sajak Sajak Kepadamu IV




Serangkum Nyala

secawan kopi pagi ini berceloteh kepadaku
wangi berkabar hingga memekarkan cuping hidung
kental manis hitam pekat
kepulnya terus menuju angkasa
jejak jejak enggan kutuliskan menjadi semacam catatan
oleh sebab aku merasa ragu,pantaskah kutorehkan semua itu


kini aku mengejar bayang,
beradu cepat dengan roda mobil
seperti berputarnya waktu
terus menggilas atau tergilas
sesekali hujan tempias
ternyata inilah hidup
harus bersinergi dengan alam


bayang kisah tua datang mengendap endap
dengan lukisan langit maha indah
secawan kopi kembali mengepul
tertulis kasidah kisah berikut mungkin
ah sebaiknya kujalani saja detak detik waktu
tak usah banyak tanya lagi
serangkum nyala biru didua telapak tanganku

Solo 26/12/2011


Perjalanan Senja

tepat pukul 3 seseorang menjemputku
dari jauh Kedung Ombo melambai lambai
beratap langit yang menghampar biru legam
sedang pohonan laksana jubah ksatria
gagap setiap sendi tubuhku
menangkap puisi terindah dihadapan mata
sedang jemariku tak kuasa mewakili


kupikir akan gampang menangkap dialog daun daun
yang berkesiur ditiup angin
atau bisikan bisikan danau pada bangau bangau diatasnya
ternyata semua tak gampang
jemariku makin bergeletar
menatap pagelaran alam
sesekali kendaraan bergoyang seperti hendak terbang
menapaki jalan terjal,penuh lobang,bebatuan
hai kurasa benarlah ini kehidupan
selalu saja ada onak duri pengganggu perjalanan
semua menuju kematangan tentu


kegagalan lintas akan selalu ada
ketajaman pikir menundukan semua itu
agar hidup tak abu abu
hitam putih nyata terbentang


Kedung Ombo 26/12/2011


Kidung

:Pipit F

kembali senja masih berpanorama
dibatas cakrawala semburat merah matahari
Tangan Sang Kekasih berkenan mengusap lembut
sinar perak menyala gagah


pabila pergulatan nasib seolah menekan pundak
jangan surutkan menyeirama nasib,jangan surutkan!
berkali jatuh dan berkali bangun
untuk menemukan inti kemenangan


jingga semburat merayap turun kebumi
dilingkari wajahmu dalam anganku
dibalik bukit angin menghembuskan dingin
cericit kelelawar hendak kelana
purna sungguh itu pemandangan
sebentar lagi sedap malam membagi wanginya....
o
kesempurnaan tak terjabarkan


kalau kisah serupa perjalanan
batu tajam sebagai ujian
tongkat kuat adalah penunduk kelicinan
bersumber dari nurani
yang tak henti dikaji dan mengkaji
menerima anugrah penuh syukur suka cita

Purwodadi 27/12/2011

Sajak Sajak Kepadamu III

Bisik

kusenandunglagukan sajak dibalik malam
mengiringi hausnya sinar wajahmu dihati
malam makin pekat sepi
menghujan kelana pada penantian

kilat menusuk nusuk rasaku
mengigil didedah badai
kewarasan mungkin luntur
mokswa terbawa angin lalu

kekasih.....kau yang kusebut senantiasa

duhhh,yang menulisi hatinya dengan tinta berkilau
adakah tak kau rasa bisiku diujung daun daun
melalui bibir malam
kusirami mekar kembang kembang
dari kelopak merah kesumba
dari hati damamimu

kini ku katakan padamu
aku ingin menuliskan namamu seindah mungkin
dalam bait bait puisi
sebab keresahan melandaku
hingga menuju nisbi


Derit Pintu

derit pintu
di jantung malam
menemani kesaksian
mengetuk sukmamu

derit pintu
menggugah lelap
kubasuh wajahku
menantimu
dalam percakapan
yang makin sunyi

angin bertambah rapat dan dingin
perlahan bulir embun menitik satu satu
makin kedap suasana
begitu cinta membelukar
menumpahkan didihnya
bergeletar
menangkap kasihmu

Kau
tersenyum
mengusap kesadaran!

Sanggar Bambutali 19/12/2011


Percakapan

:Astry Maniez

memunggungi hujan ia menempuh rimba
disapa sepanjang alur perjalanan
direntehkanya duri yang membenalu
ah semua tuba pahit rasanya
bahkan bintang tak hanya sekedar di genggam
ia seiring
hai perjalanan penuh kerikil tajam rupanya?
ah ya
agar kaki jiwa kuat katamu!
mari kita bicara tentang kesatria sejati
begini
setiap satria dalam lakon lakon pewayangan
mula hidup menjalani upacara awal
maka kawah candradimuka mendidih melumat tubuh
beribu gunung menjadi
samudera luas meraba raba
dan jadilah sosok manusia sejati

kini aku mau bercerita soal nasi
ketika masih menjadi sejumput padi
sebelumnya ia diketam dan dirawat
lantas
disosoh halus
perih dan panas
menjadi bulir beras
dan terhidang sepiring nasi
satu lagi langkah
melewati tenggorokan kita
menuju lambung
purna sudah bakti
lengkap sudah
mendapati
memberi
[seolah kau berkata
tunjukan padaku cobaanmu
maka aku tau
seberapa besar dirimu]

aku ingin murwat
itu saja
masih katamu.

Depok 20/12/2011, 18.52 WIB

Sajak Sajak Kepadamu II




Tentang Sinar Teduhmu

menatap wajahmu adalah menggali kesejukan sendang
namun masih saja aku terpana kagum karenanya
setiap gumpalan awan akan menetes menjadi hujan
padamukah meneduhkan diri dari kuyup?

lihatlah arak arakan laron
mereka menuju pulang dan berdiang
tikarmukah untuku melepas penat?

hatiku kini menjela jela
melukiskan keluarga bahagia
kanak kanak bermain bersuka
berlarian disekitar kita
aku terus menikmati kesejukan sendang wajahmu

senja turun diberanda
hari makin teduh nyatanya
kau hidangkan teh kental penawar dahaga
keindahan sore mewarnai kesejukan sendangmu

baiklah
ini mungkin kerna rasa sedang menggila
sebab akan ada pembuktian nanti
bahwa kesejukan dan keteduhan
menjadi sebuah kesaksian menuju
di meja pengadilan hakiki


Depok 16/11/2011

Kuseru Kau Kekasih

ingin kutuliskan namamu
hanya namamu
bersama sebait puisi syahdu
bergemuruh lapar akan suamu

namun tak pernah aku bisa menuliskan
yang tercipta hanya segambar kuntum mawar

diluaran hujan,berkal kali petir menggelegar
suhu makin dingin menusuk nusuk jiwa
oleh kearifan memaknai pertanda
kepastian setiap yang dicipta ada kegunaan

ingin kutuliskan namamu
namun yang kudapati keharuman abadi seluruh penjuru

hujan makin deras
debu debu menyatu dengan tanah
situs situs besih jelas terbaca
hidup berlanjut
meski berteman badai keangkaraan
sehingga meditasi tanpa ketenangan lagi
sekedar menjadi ruang hiasan
manusia bangga akan kecerdasanya
berawal dari kebebalanya sendiri
berakhir di tahta kesombongan
kesadaran lebar lebar merongga

ingin kutuliskan namamu
menjadi teman bagi kejumudanku
hingga benalu benalu tanggal
kemudian bersemi tunas tunas baru
seabadi edelweis pegunungan tertinggi


Margonda,17/11/2011

Kenang Kehilangan

aku pernah menggembarakan lintas begini
nanti kita akan hilang dan kehilangan
kenang akan menyeiring waktu

bahkan disaat teromantis yang paling sederhana sekalipun
ketika hujan reda,tinggal basah tetes daun daun
kau menghidang senyum manis bersama secawan kopi
khidmat tegukanku
mengalirkan semesta rasa
beradu pandang
lantas kesunyian merambat
memenuhi udara disekitar
hanya lenguh dan rasa syukur setelahnya

ah kehilangan memang berat sesungguhnya
anak anak kini tlah besar
berangkat menuntut ilmu setelahnya bermain
remaja tanpa beban,seperti kita dulu
lalu aku atau kau sendiri menunggu mereka
kosong dan sepi
sepi dan kosong
berteman bayangmu
nglangut
aku terasing berselimut rentanya duka

pagi buta sikecil berceloteh
tentang ibunya atau bapaknya
masih ngiang bisikmu
agar aku bangun lekas lekas
menemanimu memasak dan mengolah waktu
bahkan masih jelas aroma keringatmu

ah sudahlah
sesungguhnya waktu akan tiba
dan tak ada yang benar benar siap menghadapi
kita hanyalah titah
meminjam ini raga untuk dikembalikan nanti
pada yang empunya

kini marilah kita rawat semai
tanaman kebaikan kita
menghilangkan hama hama keburukan
berusaha tanpa alpa tanpa khilaf
meminimalisir setiap cela
sebab kita berisi noda noda


Depok 18/11/2011

Sajak Sajak Kepadamu




Pojok Kali Diantara Pertemuan Dua Angin

Pojok kali kerosak daun daun
temaram, tentunya aku disini
wahai sayangku
senja ke senja yang melembayung ini
aku setia mencakung duduk sendiri
di gigir kali yang berair buthek
meremah pemandangan sebentar lagi gelap
meggeremang selaksa raksasa tertidur

angin gunung akan turun pelan pelan
menyibak panas disela keringat sisa kerja
duhai kekasihku
disini aku bisa melihat dengan jelas
mereka sebentar bercakap
menyoal tanda tanda juga perihal kehidupan
hatiku yang gerah serta rantas
lantas menyeruak kedalam kericik air
berharap sedikit ketenangan
atau tempat aduan

kenapa semua mesti memuara?
kenapa pula aku mesti mengadu disini?
kekasihku
ya
beginilah hati
tak cukup waktu untuk menceritakanya
jadi
marilah kita bicara dengan diam

ah dengan diam?
iya kekasihku
sebab diam menyimpan keriuhan makna makna
kau tau maksudku bukan?

begitu lama aku mencangkung disini
sedang gerisik angin tlah lama lalu
mereka akan datang lagi esok hari
seperti janjiku juga

kini langit mulai gelap
pojok kali serta senja tlah berpisah
aduanku sudah ada pada mereka
dibawanya menuju langitmu tentu
soal engkau yang selalu kutunggu

Bogor 9/11/2011

Buih Buih Ombak

ketika ceritamu itu
terus bermain main di atmosfir keseharianku
lantas kau menggelar sebuah kidung
lalu kita merasuk didalamnya
menjadi sekar asmaradhana

 gema lagu menyayat nyayat
berasal dari suara headphone yang pekak
teman seperjalanan dikereta api malam ini
membuat perasaan mengawang seolah didekatmu
kangenku membludak
sebagai lautan tak sepi dari ombak

ooo nyanyi itu sayangku,nyanyi itu
bercerita tentang kecengengan kasih yang mendamba
senandung pilu tlutur dewata
bisa juga wuyung
bahkan megatruh
sebuah muasal
keakuan

sesiapa yang patuh mendekap keyakinan
itu katamu dulu
kemudian mengolah diri beserta alam
ia adalah intan mutiara kehidupan
inilah kekuatan rupanya
bahwa pengabdian untuk kesabaran berarti pula kemerdekaan

Depok 14/11/2011

Gejolak

 jantungku berdetak memburu buru
sebagai sebuah tanya
pukang tak hendak tiba

menggundah saja
belukar kering hendak terbakar
apinya segera saja memuara

 tak usah bertanya tentang apa
sebab temu serupa perjamuan
mengudap makanan kecil
berkelakar
terdiam disudut kisah

perih luka sekedar perjalanan saja
menggenapi kematangan jiwa
kiprah



Depok 16/11/2011

Sejoli Pemahat Mentari

:Pronocitro Layonsari/Kepada Kakek Nenek Yang bergandengan Mesra Dijembatan Penyeberangan Margonda Raya

"Perdengarkan padaku senandungmu Layonsari
sebelum gembala beranjak pulang. Melewati kebun kebun
pedalaman hutan tempat moksanya petapa tua. Perdengarkan!
ketika senja menuju petang,waktu dimana berobah
sejurus mistis sunyi.
terbelah menunggu sapaan mambang"

"Kakang Pronocitro,kugembalakan seluruh munajat menujumu
mengikuti aliran bengawan
mendedangkan luka nan buram
tikai masa. ketidak adilan.
Pukang lalu.Rindik anjing dikaki sang tuan"

rindu larut pada cangkir dimeja makan tanpa perjamuan
adalah teguk demi teguk tiap teguk memberikan kehausan kehausan baru...

Mereka menempuh rimba,sebagai ksatria menumpahkan darma.
Agung serta kesepian-sendiri
Dilindasnya kecewa airmata
Dimentahkanya kutuk dari kotak para dewa.

meniti pelangi,membelah gelegar kehidupan
menyampirkan kegelisahan,memikul bahtera
pasi pucat lakon lakon

Agaknya maut memaniskan muasal pengorbanan,begitu abadi itu kisah.
Adakah kesetiaan andai mereka berusia hingga renta disatukan bukan saja hanya dialam sana?

Margonda Raya, 7/9/2011

Dan Janjipun Tunai




:untuk mangkatnya Patih Suwanda

hening pekur itu meragukah engkau ksatria?
beban lah sudah sudah tak henti
titah prabu sang junjungan menumpas Rahwana
pada kemah perang besar itu Suwanda takluk disepi malam
hanya bau darah serta sisa isak tangis terdengar
sedang hewan penghias malampun bergidik telingas-mengendap-berbisik

sekelabat samar antara sadar terjaga,selaksa mimpi dalam tidur
selesat cahya menelurkan rupa,maya,lembut mistis
"kekasihku" Narada dewa menyabda
"pukulun" jawab sang patih tunduk
"engkau satria tama kekasih,sebagai yang sejati berbaktilah engkau dengan cinta
usahlah kau pamrih
pamrih hanya menjadi duri pada jalanmu
kegelisahanmu kerna engkau berpikir tentang hasil
bukan hasil itu benar pengikat kebahagiaan
tapi perjuangan tak kenal lelah adalah kemanisan"
"titah pukulun,hamba laksanakan"
......lenyap sang maya,alam lelimengan seakan waktu berhenti detak

hujan tangis tak redakan itu perang
badai airmata tak pula redupkan niat
perang selalu meninggalkan kekalahan
baik untuk sipemenang atau sikalah
semua kehilangan

Dadali serta Triwikrama berkelindan saling binasa membinasakan
"oh adinda...apaah kini saatnya kakang menyusulmu?'
keraguan Suwanda tak sirap,Sukrasana seakan menyeru namanya,ingatanya kepada sang adik
saatnya tlah tiba melunaskan yang dijanjikan menyelesaikan hutang-piutangnya saat kehidupan ini.
tiada kelahiran baru-tiada!
"engkau kutunggu dipintu itu kakang" seru Sukrasana.
"penandanya ada ditaring Rahwana raja"
menang dan menang meski seribu raksasa sekalipun
dalam kesadaran
betapa alam ini adalah penguasa,tiada yang luput dari janji
semua akan terlindas cakra manggilingan
"baik,kupungkasi ini semua,kini!,ya ,Kini!"
kutuntaskan hutangku"
sembah sujudku demi Ibu Pertiwi.

Suwanda pasrah manunggal dengan keiklasan,
"tak kumiliki sesuatupun,juga selembar raga ini,juga sebutir nyawa ini,hakikatku tak berpunya "
pantang ksatria kekasih para dewa beranjak dari tanggungjawab Maha Tunggal pemilik semesta raya
"tak ada aku...
tiap tetes darahku yang ngalir adalah menujuMU
aku hanya melihat Engkau Sang Sejati
hanya ada Engkau dimata batinku,lainya tiada....ya,Engkau,duhai"

matahari meredup seredup redupnya
langit murung
cuaca gelisah,hujan riwis mengerang
maya kusyu dalam kesedihan agung
menghantar sang kekasih mangkat dari medan laga
dengan raga belah
dengan jiwa tumpah
menghadap Kekasih Sejati
Yang Tunggal

diantara awan awan yang merintih pilu,sepasang peksi bergandeng tangan
"adikudi maafkan kakang" dada yang wutah dibekapnya
"kakang usai sudah penantianku,kau lampus,mari kita sowan kakang"
berpeluk tak lepas sepasang itu peksi
"adinda,mari adinda,purna sudah selembar badan......." kucur darah saksi diahir nanti
"rupamu elok kakang,mangkatmu sempurna sebagai ksatria,niscaya bunda bumi mewangi menyambutmu"
kembali perang bercerita soal kehilangan dan kehilangan

gunungan tertata miring,blencong memudar,gending nelangsa melantunkan undur undur kajongan bersalin megatruh mengiris perih hingga tiada darah menyecer,seolah kulit luka tergores menyiprat cuka
sangat perih
alam kembali pada Yang Hak.

----------------------------------------------------------

tak ada kepemilikan apapun,keakuan adalah ego pengikat kepemilikan
Gusti yang bersemayam didada nurani sang patih adalah sang penuntun sejati
ketika sang patih merelakan kepemilikan maka ia disambut oleh Kang Murbeng Dumadi.
dipuncak pucuk kelanggengan nan abadi
mokswa
-sidem-



Depok,Medio September 2011

Rabu, 18 April 2012

- aku ingin menari hingga mabuk -

[untuk tarian Rumi Sang Sufi Penuh Cinta]



Ia berkata, "Siapa itu berada di pintu?"
Aku berkata, "Hamba sahaya Paduka."***



Ibu
kumohon restumu tiap waktu
izinkan aku menari malam ini
iya menari
untuk menjumpa kekasih hati
aku ingin menari malam ini
hingga kekasih datang bersama nyala cinta di dada

Ibu
ruhku menari mengangkasa
larut dengan semesta
menari terus menari
untuk menyatu dengan yang tiada
wangi wangi wangi dalam cekikan nikmat kelaparan
zikir agung oleh jiwa yang hina dina di hadapaNya
aku hanya punya cinta duhai kekasih
sungguh aku miskin tiada rupa di hadapanMU

ooo aku jiwa yang haus anggur cintaMU
biarkan aku mabuk kepayang
lihat airmataku menetes deras mengharap kasihMU
ooo yang menggenggam segala sukma
betapa segala kemilau dunia itu semu adanya
kadang sungguh menyesatkan rambu jalanya
bebaskan aku,bebaskan aku dari kesesatan
aku ingin menari hingga benalu benalu di diriku lepas tanggal
debu debu di kulitku enyah

ooo kekasih aku mencarimu kesegenap penjuru
aku mencarimu setiap saat
aduhh mataku yang silau oleh godaan godaan
menghalangi pandang
kusadari kau tepat memeluku ada di sepanjang waktu
maafkan aku kekasih maafkan aku cinta maafkan duh Gusti

Engkau ada,aku tiada
Engkau kekal,aku fana
jejakMU merupa di mana mana
pohon tumbuh tanpa di suruh
langit terbentang tanpa tiang
bumi berputar siang malam tanpa pasak
ooo sungguh segalaMU adalah anugrah

ooo kebun kebun kebahagiaan,sumber segala aduan
yang menjaga tidurku dan memperindah dengan mimpi mimpi
yang menunjukan terang pada langkah,di perkuatnya teguk minum suap makan
menari aku menari
satu tangan mengembang satunya di dekapan
searah putaran bumi serah putaran tasbih
rindu damainya kebersamaan,keberagaman kehidupan!

aku akan menari di tiap waktu waktuku
ya
Ibu



Depok tengah malam,Minggu 19/09/2010 00.18. WIB

"whS"

ket: gambar by google.

catatan:
bersama segenap salam cinta kepada Sang Rumi
terinspirasi oleh Nasuha yang sangat mencintai Sang Rumi

*** 2 butir mutiara beliau

salam damai:rahayu

Perjamuan Kekasih

:kepada hening Melati

  Kebahagiaan

bersumber dari ribuan luka
mengalirkan darah perih
ya Biyung kuteguk habis do'amu
:kusyu'nya kebahagiaan

  Mentari Terik

baranya terus melantunkan zikir serupa kidung
panasnya membangkitkan gairah raga
setiap alunan cangkul petani
setiap denyutnya
:mentari melafalkan AsmaNYA selalu

  Kebenaran

eloknya kadang melalui pembuktian pembuktian bermacam kesalahan
untuk menemukan kesejatian ada keterjalan duri pada langkah langkah
tak perlu lagi apa apa,sebab kebenaran adalah pembela paling suci

  Rembulan Elok

semalam kata kata luntur dari mulut rembulan,menyapa sendu:
"kesaksian kesaksianmu adalah kesaksian timbangan nanti"
dibukanya lembar merah jelaga kesalahan hari ini
satukan segenap panca indra pada keningmu
:takluk

  Bintang

katakan apa adanya
dan selamatlah engkau

  Zaman

teramat banyak serigala bergamis

  Adakah

adakah yang tahu kenapa bulan bertengger dilangit
ada pulakah yang tahu duduk dimana bumi ini
kalau bukan oleh kehendak yang Maha Kehendak
bukankah Ia terkadang juga berteka teki lucu?
hingga kedap bercinta dengan Dia tanpa kias lagi
percintaan sakral sakral sakral nan agung

  Genta

ku ketuk bunyikan genta genta
perdengarkan suaranya dihatimu
maka aku mabuk bebunyian
jiwaku bergetar menghirup anggur anggur
dari guci kehampaan
aku kosong
aku tiada
bahwa benar adanya
Yang Maha Ada
:Engkau

  Aduan Pengemis PadaNYA

Tuhan,aku ketuk pintu pintu itu
tak jarang hardik dan makian kuterima
maka gunungan sampah menjadi harapanku
aku yakin Kau membawakan makanan disini
sudah kukorek beberapakali
masih belum kutemukan gemintang
aha benarkah ini,sekotak nasi berlauk
tinggal sedikit memang
tapi cukuplah
-oh seekor hewan kurap memelas
tampak sakit nan lapar-
baiklah mari makan denganku kawan
sepotong daging kita bagi dua
juga nasi ini kita bagi dua
marilah makan

[lalu senja itu,menjadi biru samar
seluruhnya biru,tak pohonan,tak langit,tak awan
hening...kedap...sunyi
semua biru,dan semerbaklah harum melati dari langit
mega megapun tiada bergerak
Tuhan Kau Sang Maha menerima kebaikan,ya...
...............
sunyi sekali]

  Seruan di Senja

Ia berkabar hadirnya senja,
sedang aku masih menggeluti duniawi,
duhai seruan-Nya merdu nian?
mari Kujamu kau kekasih!
:amien


Pengadegan,07/04/2011, 17.05 WIB

catatan:
pulang dari perjalanan,disebuah timbunan sampah terlihat seorang pengemis kecil makan begitu lahap berbagi dengan seekor anjing kurus tak terawat mungkin miliknya ataupun anjing liar,siluet senja teramatlah hening,kudengar pula seruan dari pengeras suara dari rumah rumahNYA,ada getar lirih dihati,ada kesaksian,ada rasa syukur,ada tetes hangat dipipi,ada haru biru....

Dongeng Manusia Asu

          Parjiman masih terbengong menatap secarik kertas ditanganya,bukan hanya kertas itu yang dipikirkan namun harus bagaimana ia berkata pada buah hati dirumah nanti,harus berkata apa pada istrinya yang begitu setia,"maafkan aku ya Gustiii maafkan aku nak...maafkan bapakmu...."
Hari itu di meja kerjanya tergeletak selembar amplop,oh dari atasan,"Pak Parjiman,anda dipanggil menghadap Bapak di ruang kerjanya nanti siang",belum juga membuka amplop teman seruang sudah mengabari suatu hal yang mendebarkan,apa sesungguhnya?.

"silahkan masuk" sebuah suara menyahut dari dalam ketika ia mengetuk pintu kamar kerja Atasan yang terbiasa di panggil Bapak sama seluruh karyawan.
"Bapak memanggil saya?"
"oh iya pak Parjiman,tapi sebaiknya kita ngobrol di luar saja yuk,kita sekalian makan siang di warung depan yuk", kata sang Atasan.
"mari pak,monggo,jadi merepotkan saya ini" sambut Parjiman malu malu,sambil tetap bertanya tanya kemauan Atasanya yang hari itu terasa aneh,selintas di curinya wajah sang atasan "oh telinga Bapak direktur koq sedikit memanjang dan lidahnya?lidahnya terjulur julur begitu?aneh" batinya,seperti kucing membuntuti sang tuan,Parjiman merunduk runduk.

"jadi begitu Pak Parjiman,perusahaan minta maaf pada Bapak,Bapak mestinya taulah" kata sang atasan usai makan siang mewah yang ternyata restoran padahal tadi beliau dengan enteng bicara,warung depan!,warung itu tak begini pak pakkk.
"iya pak,maafkan saya,maafkan anak saya" Parjiman masih menghadap piring kosong bekasnya dengan duduk ditekuk semodel udang di kursi,saking hormat dan takutnya pada sang atasan.

          Secarik amplop berisi selembar kertas dimasukan kedalam tas kerjanya,merapikan meja bersiap pulang,"Pak Parjiman,mohon maaf kami semua sudah membantu Pak Parjiman dengan sangat,tapi asal bapak ketahui kantor ini juga mempunyai atasan yang lebih atas lagi,bapak tau kan bahwa bapak orang tuanya dulu adalah terlibat organisasi cap hitam?" masih terngiang ucapan sang atasan di sela makan siang.
"iya pak,maafkan saya pak"
"kami semua tak jemu jemu membantu pak Parjiman sekeluarga,masalahnya begini pak,saya dengar anak bapak punya hubungan khusus dengan anak terkasih dari atasan kita semua pak,kita ini apalah pak,saya cuma kacung yang gajinya ga seberapa" sang atasan merendah dengan menyamakan dirinya kacung,"lantas aku siapa?" bisik hati Parjiman
"demi kesopanan pak,saya harap,anak bapak meyudahi hubungan itu,apa bapak mau kita semua di pecat gara gara itu?" sambung sang atasan dengan kata kata makin bertekanan berat.
"saya taulah pak bagaimana perasaan bapak,karena saya juga punya keluarga seperti bapak,cuma kebetulan saya ndak pernah punya hubungan dengan organisasi cap hitam,yahhh anggap saja anak polah bapa kepradah...jadi sekali lagi maafkan saya ya pak Parjiman,atau pak Parjiman mau mengundurkan diri secara sukarela dari kantor kita?yang sudah kita perjuangkan sama sama semenjak dulu dengan perih getir kita pak?..monggo silahkan bapak pikir kanthi wening dan saya tak mau kehilangan rekan kerja seperti bapak yang sudah saya anggap sedulur sendiri" dengan wajah sedikit masam sang atasan melanjutkan kata katanya," huh sedulur?perih getir?hehehe panjenengan ironis pak",jawab Parjiman dalam hati.
"ingat nggih pak Parjiman"
"saya selalu ingat koq pak,bahwa saya keturunan cap hitam yang tak termaafkan,yang dosanya segunung yang dengan dosa saya yang segelintir ini dosa tersebut bisa menenggelamkan bumi ini,bukan hanya kau bos,bukan hanya perusahaan ini bos,bukan hanya negara ini bos,bukan hanya kecoak kecoak bosss,bahkan Tuhan sudah mewakilkan kekuasaaNYA itu kepada bos beserta atasan atasan boss yang masih saja repot bahwa sebuah hubungan anak bau kencur bisa menghancurkan reputasi dunia,bahwa itu sebuah kemustahilan,bahwa aku harus berkaca diri,bahwa aku kecoak yang tak pantas berwawan rembug dengan strata panjenengan semua,kan panjenengan mungkin malah lebih dewa daripada dewa di langit,eh nuwun sewu bos koq lidah mu makin terjulur julur gitu? kupingmu makin panjang? bahwa hubungan anak dengan anak bos adalah sebuah asusila,tak boleh hukumnya,nanti Tuhan marah,nanti kursi panjenengan kotor,nanti rumah panjenengan bau rakyat jelata,tak boleh,eh bos lidahnya lho jangan di julur julurin ah",Parjiman tetap membatin tanpa bisa berkata dengan kenyataan.
Dan ketika Parjiman melewati meja teman teman kerjanya,ah wajah wajah itu koq mirip sang atasan kupingnya mulai pada tumbuh memanjang,hidung menghitam lidah terjulur...ahhh mungkin kaca mataku sudah makin tebal minusnya.

          Pagi,Parjiman menyiapkan diri berangkat kerja,ditengoknya sebentar kamar sang anak,masih tidur telungkup,nampak bantalnya tergenggam erat,lusuh seolah bantal basah kuyup itu tak mau ia lepaskan,ia telan bersama wajahnya,"maafkan bapakmu ya nak",hari ini Parjiman berketetapan untuk mengundurkan diri dari tempat kerja,"di pikir lagi pak,nanti kita mau makan apa",kata istrinya dengan sembab dimata melepas kepergian Parjiman,padahal biasanya berangkat kerja ya berangkat saja,"kalau kita jualan di pasar adakah yang beli kepada manusia hitam macam kita pak? tapi aku juga ndak tega sama genduk itu pakkkk,duh Gustiii nyuwun pangaksami,mbahhhh mugi panjenengan sumare kanthi tenang nggih mbahhh,wes budalo kono pak...." sebentar Parjiman mencium pipi istrinya dan menghisap gulir airmata dengan dada yang pecah meledak.

          Keluar rumah nampak pula tetangga sebelah kanan kiri dengan kesibukan sama,berbaju kerja,bersepeda motor,bermobil,atau jalan kaki menuju pemberhentian kendaraan umum terburu buru,Parjiman tertegun menghadapi pemandangan hari itu,semua tetangga berwajah kompak,telinga panjang berujung lancip,hidung menghitam,mata awas,lidah panjang terulur,wajah wajah asu? hah semenjak kapan asu berkemeja rapih,berdasi?Parjiman makin bingung.

          Di sepanjang jalan menuju kantor Parjiman tak henti bergumam lirih sebentar bentar menyebut nama Tuhan,sebentar bentar mengelap kacamata minusnya,baru saja ya baru saja dia melihat mobil mewah sang atasan dengan hapalan plat nomornya tetapi alangkah kagetnya dia,sopir itu dia kenal betul sopir pribadi sang boss,koq penumpang di dalam nampak berkepala asu? itu baju kerja bos bukan? ah iya itu baju bos! itu baju anak bos yang masih kuliah bukan? ah iya itu baju anak boss! tapi kepala kepala itu koq bukan kepala yang selama ini ia kenali,itu kepala kepala asu,ah kaca mataku kaca mataku sudah mesti ganti,iya mesti ganti!.
Parjiman duduk makin gelisah di bangku bus,sebagian penumpang terlihat tak jenak pula mungkin takut telat masuk kantor,tapi fenomena apa ini?kenapa isi bus sekarang mahluk mahluk berbaju seragam namun sebagian besar berkepala asu?apakah planetku sudah di jajah sama mahluk planet asing? kepala Parjiman mulai pusing.

          Tiba di dekat pintu gerbang kantor Parjiman sempat melirik kantor kantor lain yang siap melakukan upacara pagi,di pelataran kantornyapun terlihat mulai siap berbaris,tapi keanehan makin menjadi jadi,sebagian besar mahluk mahluk itu berkepala asu dengan lidah terjulur julur,memang satu dua wajah wajah itu tetap wajah manusia,wajah temanyapun terlihat beberapa nampak jelas bahwa itu wajah teman yang ia kenali betul,namun itu hanya satu dua terjepit diantara lautan manusia berwajah asu! coba kutengok kantor lain...hah! betulkah itu? betulkah? ini pasti kerjaan para penghuni planet lain,ah bukan,ini pasti mataku makin rabun,Parjiman sebat memalingkan langkahnya dengan lebih tergesa gesa,berbelok di gang depan tempat ia makan siang,tak berani ia menatap wajah wajah berpapasan baik dari dekat atau dari jauh,sekarang ia bersiap menyeberangi jalan besar itu,di seberang jalan sebuah papan berukuran 50 centian tertulis dengan cat hitam "klinik mata dr Fulan,buka tiap hari kerja,pukul 08.00 s/d 20.00".


Untuk sahabatku terkasih.
Bogor, Sabtu 07/05/2011, 02.30 WIB

"widhi hS"

Kidung Kesaksian Raga

:untuk Tarian Gatotkaca Gandrung


oh mungkin guci guci itu habis sudah isi
perwitasari,air kehidupan
Jatayu,tak lagi terbang mendamba
hinggap berkelindan diruang tanpa batas

Bunda,lampuskan aku!

lintang alihan-lintang alihan
kutitip rindu terlekang pada teduh bumi
andai iya,andai iya kau Bapa Harjuna
meletak cinta kuyup di dada Pergiwa
larutkan jua di didih sunyiku
lepuh
labuh

Bunda,mungkinkah aku pemuja tergila?

bintang sabit kerat telah
usai di kikis malam tercekam
dilindas budi si mati
setiap nama dikenang pada itu
kiprah terbaik kehidupan
harum sesapnya melebihi kembang swargaloka

Bunda,restu langit dan jagat kumohon!

agar culas Hastina tak meluluh lantakan keadilan
keserakahan mesti sirna meski tak tersisa seujung kuku sekalipun
melahirkan putra terkasih untuk menjaga jernih nurani
sang pamomong sejati menjadi kunci
untuk tegaknya kendi kendi di langit sap pitu

Bunda,aku tak gila bukan?

dinda Pergiwa
sihir matamu panah membius
di jantungmu adalah degupku
di hatimu tarikan nafas hidupku
nadi darahmu aliran denyutku
jangan kemaraukan citamu

ooo cakra manggilingan
sepuhkan bara mutiara di tilam sari
roncekan kabut kabut sekar mlati rupa peni
bukan hanya raga namun sang sukma
tali temali sutra
rintik teritmis
dikemudian hari
menujumu

langit putih-hati putih
kembali bunga bertaut wangi

senja melembayung
menyanyikan kidung asmaradana

kahyangan penuh suka andrawina

esok putramu lahir,memanggilku
:Bapaaaa...


Margonda, 12/05/2011 00.30 WIB

ket: gambar oleh google

Sebuah Kesaksian Pedih

:dan semesta kembali menderaskan airmata!

jika malam lah larut
lah larut malam
jiwa raga esok masihkah bertaut?

batu batu menyala merah
ababil melayang garang

keserakahan
kesombongan
kelicikan
:semua terbakar

angkara lenyap tak berbekas

nyanyian parau

akankah kembali hening?

kesadaran jiwa
[kedaulatan hidup terkebiri!!!]

mengintip Tuhan
:Ia tersenyum menatap kejujuran

tunduk!
remuk!

13 Mei 2000
"mengenang mei 1998 yang penuh darah"

Gejolak



adakah rindu begini gebu
juga tak ada lagi lari teramat pacu
kalau bukan hendak menuju
seluruh pada harap rengkuhmu
wahai bunga dititik sunyiku

sungguh geletar pencarian
melatakan seraut takan samar rupa
ini cekam amat siksa sungguh gulana
hanya rapal namamu sepanjang waktu
kugumamkan sepenuh hati selalu tak jemu
o kesaksian

maka biarkan aku menuntaskan
atau meski kutikam saja ini rasa
mencacahnya hingga meremah lara
kemudian menyelam kedasar terdalam

kau keharuman putih
kusimpan dihati nan perih

Depok,10/07/2011, 02.45 WIB

ket: gambar oleh google.

Selasa, 17 April 2012

Sendratari Kasetyaning Pembayun

:Ki Ageng Mangir Wanabaya

 Mijil:
 Dhuh Pembayun / Pudyanku wong kuning/Cahyane mancorong/Gandhes luwes kewes wicarane
  Dhuh kakang paduka pundhen mami / Kawula sayekti bekti marang kakung//...

~Jantung Hati:
selepas malam
dendang dan wayang
ledhek merentas jurang
hati ingatan mengikat kenang
meraba warangka dipinggang

 

   kuselami sunyi
   agar menemukan arti
   mengais hatimu yang setenang sejuk pagi
   kutimpuhkan kaki manunggal semedi

+Pembayun
disawah cangkul bergandeng sabit
kerbau kerbau menarik bajak
kuintip senyum manis telaga
binal menggoda tandak sampur selendang
kucium lenguh nafasmu dinafasku
kuantar kau untuk bakti

-Kakang Mangir
kuantar kau mempertemukan kening dengan sujud
membuka pintu alam merdeka
bebas melayang merenda mayapada
hujan menyeka langit basah
kerismu tanpa cela
berbahan warangka hati
luk sembilan tujuh atau tiga
ganjil karena Sang Ada menyukai hitungan ganjil
penggenapnya adalah raga masing masing jiwa

kakang Mangir
curiga wus manjing warangka
darahmu menggelegak menggelinjangkan rahimku
senyum pasrahmu bercinta dengan maut
meniti nirwana penuh keagungan

tegak leher luruh
bersama sorot tajam mata
menelajangi hunus watu gilang
lenyap menyatu dengan Yang Tiada
menyenggamai puja
lahirkan semesta

watu gilang terbalut tubuhmu
[separuh ragamu terbaring disana
separuh lainya kau tetap bersama tanah perdikan Mangir
dimana rakyatnya mencintai dan kau cintai]

-watu gilang sujud akbar
asap dupa stanggi
kembang setaman
tirta perwitasari
sembah bakti
lebar tangan sambutan kekasih
darah suci tertumpah
memecah kebekuan
[darahmu mengguyur menyiram bumi
pupuk subur tetumbuhan hijau]
gending mengalun pelan nganyut tuwuh
............................campuh

~[segerombol kanak kanak ditanah lapang bergembira ria berhasil menaikan layanglayang keudara mengatur tali kekang mereka meneriakan namamu
"Ki Ageng...Ki Ageng,benihbenih tlah tumbuh tunas
kau pertemukan biji dengan tanah
Ki Ageng...Ki Ageng,benihbenih tlah tumbuh tunas..." dan tawa polos itu.]

Dhuh Pembayun / Pudyanku wong kuning/Cahyane mancorong/Gandhes luwes kewes wicarane
Dhuh kakang paduka pundhen mami / Kawula sayekti bekti marang kakung//...

Depok,08022010.01.21 wib


catatan:
membaca lagi sejarah atas sendratari itu
dan kubayangkan sebuah episode dariku

_ tarian kasetyan,foto by google

:- Mangir
Pramoedya Ananta Toer

- Babad Tanah Jawi
sejarah versi De Graaf/Babat Mangir Balai Bahasa.

kepada mereka terimakasih banyak inspirasi "Mangir"nya
juga Ki Ageng Mangir itu sendiri,seribu salam dan terimakasih