Kamis, 19 April 2012

Dan Janjipun Tunai




:untuk mangkatnya Patih Suwanda

hening pekur itu meragukah engkau ksatria?
beban lah sudah sudah tak henti
titah prabu sang junjungan menumpas Rahwana
pada kemah perang besar itu Suwanda takluk disepi malam
hanya bau darah serta sisa isak tangis terdengar
sedang hewan penghias malampun bergidik telingas-mengendap-berbisik

sekelabat samar antara sadar terjaga,selaksa mimpi dalam tidur
selesat cahya menelurkan rupa,maya,lembut mistis
"kekasihku" Narada dewa menyabda
"pukulun" jawab sang patih tunduk
"engkau satria tama kekasih,sebagai yang sejati berbaktilah engkau dengan cinta
usahlah kau pamrih
pamrih hanya menjadi duri pada jalanmu
kegelisahanmu kerna engkau berpikir tentang hasil
bukan hasil itu benar pengikat kebahagiaan
tapi perjuangan tak kenal lelah adalah kemanisan"
"titah pukulun,hamba laksanakan"
......lenyap sang maya,alam lelimengan seakan waktu berhenti detak

hujan tangis tak redakan itu perang
badai airmata tak pula redupkan niat
perang selalu meninggalkan kekalahan
baik untuk sipemenang atau sikalah
semua kehilangan

Dadali serta Triwikrama berkelindan saling binasa membinasakan
"oh adinda...apaah kini saatnya kakang menyusulmu?'
keraguan Suwanda tak sirap,Sukrasana seakan menyeru namanya,ingatanya kepada sang adik
saatnya tlah tiba melunaskan yang dijanjikan menyelesaikan hutang-piutangnya saat kehidupan ini.
tiada kelahiran baru-tiada!
"engkau kutunggu dipintu itu kakang" seru Sukrasana.
"penandanya ada ditaring Rahwana raja"
menang dan menang meski seribu raksasa sekalipun
dalam kesadaran
betapa alam ini adalah penguasa,tiada yang luput dari janji
semua akan terlindas cakra manggilingan
"baik,kupungkasi ini semua,kini!,ya ,Kini!"
kutuntaskan hutangku"
sembah sujudku demi Ibu Pertiwi.

Suwanda pasrah manunggal dengan keiklasan,
"tak kumiliki sesuatupun,juga selembar raga ini,juga sebutir nyawa ini,hakikatku tak berpunya "
pantang ksatria kekasih para dewa beranjak dari tanggungjawab Maha Tunggal pemilik semesta raya
"tak ada aku...
tiap tetes darahku yang ngalir adalah menujuMU
aku hanya melihat Engkau Sang Sejati
hanya ada Engkau dimata batinku,lainya tiada....ya,Engkau,duhai"

matahari meredup seredup redupnya
langit murung
cuaca gelisah,hujan riwis mengerang
maya kusyu dalam kesedihan agung
menghantar sang kekasih mangkat dari medan laga
dengan raga belah
dengan jiwa tumpah
menghadap Kekasih Sejati
Yang Tunggal

diantara awan awan yang merintih pilu,sepasang peksi bergandeng tangan
"adikudi maafkan kakang" dada yang wutah dibekapnya
"kakang usai sudah penantianku,kau lampus,mari kita sowan kakang"
berpeluk tak lepas sepasang itu peksi
"adinda,mari adinda,purna sudah selembar badan......." kucur darah saksi diahir nanti
"rupamu elok kakang,mangkatmu sempurna sebagai ksatria,niscaya bunda bumi mewangi menyambutmu"
kembali perang bercerita soal kehilangan dan kehilangan

gunungan tertata miring,blencong memudar,gending nelangsa melantunkan undur undur kajongan bersalin megatruh mengiris perih hingga tiada darah menyecer,seolah kulit luka tergores menyiprat cuka
sangat perih
alam kembali pada Yang Hak.

----------------------------------------------------------

tak ada kepemilikan apapun,keakuan adalah ego pengikat kepemilikan
Gusti yang bersemayam didada nurani sang patih adalah sang penuntun sejati
ketika sang patih merelakan kepemilikan maka ia disambut oleh Kang Murbeng Dumadi.
dipuncak pucuk kelanggengan nan abadi
mokswa
-sidem-



Depok,Medio September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar