Sabtu, 14 April 2012

Kumbakarna



blencong blencong tertata disetiap pojok candi
sesekali sinarnya bergoyang lemah tertiup angin
seorang ibu,begitu tua,rusuh duduk sendiri


Dewi Kekasi:


malam itu semakin sendu
ketika menyisakan nyanyian satwa
ia menghadapku
dengan wajah suntrut semerah dadu
namun tetap memancarkan gemilang rembulan
didedahkan muka seolah ingin kumanja
sementara diluar gerimis menyapa
ia bertutur sambil sebentar tertunduk melakukan sembah



Kumbakarna:


Bunda,aku pamit lampus
purna sudah tugasku
usai sudah hidupku
ketika matahari menyingsing
untapkan aku dibalai balai bambu
dengan rengeng rengeng puja puji kepada Tuhan
dari mulutmu
sebagai pengantar lepasnya ruhku
menuju taman terindah
taman terindah
menantimu



Dewi Kekasi:


dengan reroncean bunga bunga diselempangan tubuh
berbaju jubah putih bersih
menekur ia menekur


ah engkau akan berperang putraku
engkau akan pulang?
engkau panglima dambaan





Kumbakarna:


perang ini jahat
merampas suami dari istri
mencerabut kekasih dari dekapan
menyerobot anak dari gendongan ibu
bahwa perang adalah soal hilang dan menghilangkan
biarkan nyawaku untuk pelunasan hutang
kehilangan kehilangan dan kehilangan
juga masa depan
juga sebagian tubuh
juga kehormatan


membela kebatilan akan terseret dalam arus kebatilan
membela kehormatan adalah hak bagi kemanusiaan



Dewi Kekasi:


kakandamu dalam tekanan anaku
balatentaranya habis
negara porak poranda


tiadakah relungmu berbicara
berada di barisan depan kakandamu
menjadi panglima yang perkasa
menumpas musuh penuh kebanggaan



Kumbakarna:


oooooo bunda....oooo sembahku untukmu


blencong samar,kilat berkelindan


hamba tak sudi membela kemungkaran
sesungguhnya pulangkan sang putri
usai usailah prahara
siapa yang menabur akan menuai
oooo
kejahatan cepat atau lambat akan terhukum
kebaikan akan menyala terang benderang


oooooo bunda....oooo sembahku untukmu



sinar makin temaram berpadu padan kebiruan hening,suara suara tetes embun kerap terdengar

begitu heningnya...angin membisik,awan pelan berarak arak



Dewa Brahma:


hemmmmm
anak muda itu datang kepadaku
melakukan sembah sepenuh tunduk
wajah itu semerah angkara
namun kutelisik hatinya semurni pualam
ia mengharap sesuatu dalam puja
keangkaraanya lenyap
meski saat itu kulihat ia menginginkan tahta
kesucian ilmu tlah menjaganya
ia mendengar nurani bening



Kumbakarna:


ya dewa...ya dewaaa
tenangkan diriku dalam tidur panjang
agar aku tak melihat keangkaraan yang melazim di negeriku
matikan aku dalam hidup ya dewa
puja dan sembahku terimalah


langit cerah beraneka warna
kemudian perlahan menjadi lembut



Ramawijaya:


aku mengenal namanya sejak lama
melalui kabar hembus berhembus
ia begitu harum
lantas dimedan itu aku bertemu
sungguh nyata harumnya
sungguh nyata
sungguh nyata ketulusanya
sungguh nyata
sungguh nyata pengabdian terhadap negrinya
ia memilah
ia memilih
antara tahta dan tugas anak negeri
antara hitam dan putih
ia tentu saja memilih putih
tanpa ragu
penuh tegar
ia berkata tidak dengan kepala tegak
ia berkata siap dengan penuh kehormatan
di dua bolamatanya itu kidung para dewa mengalun
aku tak ragu melesatkan anak panahku
sebab itulah cara mengirimkan ksatria sejati
menuju nirwana
mulialah yang mati di medan laga
sebagai bintang jasa diatas bintang jasa
ia mangkat membawa kemegahan panglima
hujan rintik riwis menangisi kepergianya
angin pilu
seluruh kembang memancarkan wanginya
aku tertunduk berpinta pada hyang jagat
sebuah tempat untuknya
baginya
haknya
kusaksikan dewa dewa menjemputnya
anak terbaik bunda tlah pergi


langit membiru
pohonan membiru
pemandangan membiru
pelangi bermunculan
bunga bunga mekar serempak
lantas malu malu suntrut
dewa dewi berpakaian serba putih
menyambut putra terkasih berpulang
layar pelan pelan menutup





SanggarBambu Tali Awal Desember 2011

keterangan: Gambar di ambil dari Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar