Selasa, 10 Januari 2012

Mata Air Abadi

 Gambar dari sini


07 Januari 2004

Kutuliskan coretan ini saat sebuah televisi menyiarkan tentang bencana kelaparan disuatu Negara
dengan sudut pandang sebuah desa tandus kerontang
duduk mencangkung seorang Ibu tak kalah kerontang kurusnya [hingga nampak sangat tua dan saat duduk kaki kurusnya merapat pada dada yang cekung] menyanding anak kecil lemah lunglai [apakah ada jajaran tulang hidup], tangan Ibu sibuk menggibas-mengusir lalat yang duh sungguh gemuk kepalang….! Nampak mata yang kosong namun bibir bergerak gerak mungkin gumam Do’a atau mantra penghibur anak,namun aku menerjemahkan sebuah kalimat “sabar anakku Tuhan menolongmu pasti,tenang anakku Ibu disini bersamamu……menjagamu” [duh tulus nian sedang jiwa raga sendiri terlupakan]


Ibu semua bangsa,Ibu yang kita kenal adalah Guru pertama didalam rumah
Guru sepanjang hari dalam kehidupan,penuntun jalan setelah Tuhan
Dengan penuh bahagia terpancar kebanggaan,ketika mendengar kalimat pertama seorang bayi berbibir mungil lucu menggemaskan manis berucap “…I-bu…” [tapi tetanggaku dikampung menyebut….Simbok….dua patah kata yang lebih susah untuk anak bayi yang baru belajar mengucap ngucapkan bibir…..ternyata anak kota lebih mudah sebab mereka memanggil…Mama… ]


Ibu mendengar patahan kalimat yang sederhana tersebut menyambut sebagai karunia luar biasa agung Maha agung, sebuah kalimat sebuah rasa syukur yang luar biasa.
Ibu juga yang menjaga kita dari kecil sampai kapanpun,yang hatinya kawatir saat sang anak tidak berada disekitar hingga seolah paranoid kala lama tak jumpa sang anak.
Ah Ibu Ibu betapa mulia engkau hanya surgalah tempat kembalimu yang layak Ibu

Ibu semua bangsa,sosok yang memilih berjudi dengan maut ketika melahirkan penerusnya, tiada jeri waktu sang maut membayang pada pelupuk mata,lantang dan agung Bunda berkata “aku akan melahirkan darah dagingku…….” Terlihat jelas rona ceria menghias seluruh pori pori,bayang kematian tidaklah dianggap menakutkan sebab dia akan mendapat kemilau hatinya,ketegaranmu Bunda hanya surgalah tempat kembalimu yang layak.

Bunda pengorbananmu mulia…
Terbayang perjuangan Bunda tentang kelahiran [Dan semua yang hidup adalah dari kelahiran Bunda] meregang antara hidup dan mati semua pedih letih puncak dari hari hari lelah selama sembilan bulan sekian hari,namun bagi Bunda bukanlah sebuah siksa atau beban adalah hanya Beliau berpendapat itulah anugrah manis dari Sang Pencipta!

Teramat agung engkau Bunda,tanpa pernah sekalipun menuntut pada putra putri terkasih bahwa Beliau meminta imbalan dari kelahiran!

Ibu semua bangsa,adalah sebuah cinta meski berawal takan pernah berakhir,kita perah sepanjang hari mata air cintanya akan terus deras mengalir mengalir dan terus mengalir!
Tidak kenal luntur tidak kenal kering tidak kenal kusam,semua tertumpah untuk sang anak,semua semua tiada terkecuali!

Tangan yang halus begitu kokoh untuk berlindung,tutur sederhana seharum rangkaian bunga bunga,keteduhan tatap mata menyejukan gundah hati,kelembutan sikap santunnya adalah pupuk subur kebesaran jiwa!

Bunda Bunda pualamkah kebersihan hatimu?
Bahkan tiada segores retak pribadimu!

Tujuh langit memayungi engkau Bunda,tujuh pintu sorga semoga senantiasa mengharap kehadiranmu,kidung sejuk nirwana mewangi mengalun memujamu!

Dan engkau tetap rendah hati sepijar niat sombongpun tiada ada.
Ah Ibu Ibu betapa mulia engkau hanya surgalah tempat berpulangmu yang layak!

Bunda sebuah kesederhanaan,berkekuatan ketulusan, semua berakar dari keiklasan tulus!
Yang berdo’a bagi mutiara mutiaranya
Yang meluangkan waktu 24 jam bagi anak anaknya
Yang ikut merasakan perih ketika kita terluka
Yang bukan kepalang ceria sa’at kita bahagia
Semua untuk kita

Ibu semua bangsa, pembela pertama kadang satu satunya sa’at putranya terpojokan!
Sungguh salah satu pintu surga akan terbuka untuk siapa saja yang berbakti kepada Ibu Bapa,...Alam Raya semua menunduk berzikir bersama Kidung puja puji para Malaikat akan sosok bernama Ibu….Ibu…..Ibu…
Jiwa yang akan terus memberi mengalirkan cinta,mata air abadi mata air yang memancar tak lekang oleh zaman tak lapuk oleh waktu,bunga yang akan terus membara wanginya.
Meski anak anaknya terus mereguk murni kasihnya

Kemuliaan jiwa Bunda tak tergantikan oleh bentuk apapun didunia!
[bahkan Sang Nabi Mulia Zuhud [terpujilah Beliau] menyebut beliau tiga kali saat ditanya sosok yang harus dihormati]
Hanya Surgalah yang layak menerima kembalimu Bunda…..[semoga]

Ibu,ingin kupersembahkan padamu
Bait bait do’a terindah
Semoga Tuhan mengampuni segala kesalahan dan dosa
Dan kau menikmati surgaNya

Ibu,segunung perma’afan darimu kupinta
Agar nanti juga surga menerima kehadiranku
Lalu selamanya kita bersama
Dengan semua menikmati waktu ke waktu

Ibu padamu harapan abadi
kucium wangi surga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar